Menu

MENU

Wanita ini MENISTAKAN Al Qur'an yang kini menetap di London, Inggris - Soe Tjen Marching

Sederet Rapor Merah Soe Tjen Marching yang Menista Al-Qur’an

Soe Tjen Marching
Soe Tjen Marching
Feminis sekaligus aktivis yang memperjuangkan hak-hak korban 1965, Soe Tjen Marching (44), melakukan penistaan terhadap Al-Qur’an di Facebook. Sosok wanita kelahiran Surabaya yang pernah mendapat beasiswa dari Australia hingga bergelar PhD ini menghebohkan jagat maya pasca mengunggah tautan berita dengan judul “Pemerintah akan Revisi Terjemahan Al-Qur’an”.
Bereaksi atas tulisan Soe Tjen Marching yang kontroversial pada Ahad (31/1/2016) lalu, para netizen kemudian berkomentar, mengkritik, bahkan mendebat argumennya, sebagaimana dilaporkan Republika.
“Terjemahan Quran akan direvisi? Ini sih bukan barang baru. Lha, memang Kitab Suci itu bisa salah dan bisa jadi objek revisi. Yang parah, yang sudah telanjur percaya sampai ngotot dan bahkan tidak sajangorbankan nyawa sendiri, tapi juga nyawa yang lain. Eh, tahu-tahu keliru dan ayat yang dipercaya harus direvisi, yang percaya sudah telanjur mati (sambil bawa nyawa orang lain).”
Soe Tjen Marching
Menanggapi hal itu, akun Heru Tock menulis, “Maaf status Anda justru yang dapat menimbulkan SARA dan harus direvisi, Al-Qur’an tak pernah mengalami perubahan (sejak kapan pun), mungkin penafsiran dari penerjemahan bahasa Indonesia ada yang tidak sesuai dalam kandungan Alquran yang diwahyukan kepada Nabi.”
Akun Putri Aisyiyah juga berkomentar, “Don’t judge what you don’t understand. Saya menghargai pemikiran Anda tentang genosida ’65 ataupun feminisme sebab Anda expert di bidang tersebut. Tapi, saya langsung kecewa baca statement Anda tentang hal ini.”
Soe Tjen Marching
Kemudian, akun Eko Rudi memberikan tanggapan. “Duh, Tante Soe Tjen Marching, sepertinyapanjenengan nggak pantes dehbikin posting-an kayak gini. Yang direvisi kan bukan Alquran, tapi terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia. Tentunya Tante tahu bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang dinamis, mudah menyerap istilah asing dan keragaman lokal. Coba deh dibaca ulang beritanya! Ini saya kutipkan beberapa hal penting: ‘terjemahan Alquran untuk disesuaikan dengan perkembangan bahasa dan dinamika masyarakat…. Bahasa kan berkembang dan dinamika masyarakat juga selalu ada.’ Bukankah Tante adalah orang terpelajar. Harusnya tidak melakukan hal seperti ini. Saya jadi ingat apa yang ditulis Pramoedya dalam novel Bumi Manusia: seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan.”
Status Eko Rudi ternyata menarik Soe Tjen Marching untuk menanggapinya. “Justru saya berbuat adil sejak dalam pikiran karena itu saya berani menuis seperti ini Eko Rudi. Coba bandingkan kitab suci yg satu dengan lainnya-betapa berbedanya mereka dan aturan-aturannya. Mengapa? Apakah karena Tuhannya beda? Bahkan Tuhan yang disembah pun bisa berbeda dari agama satu dan yang lain. Di agama Hindu, mengenal Tuhan yang berbentuk anjing, tapi di agama Islam anjing dianggap haram. Jadi, Tuhan agama satu diharamkan oleh agama yang lain. Saya sarankan supaya Anda lebih adil dalam pikiran,” katanya.
Pemilik akun Ananto Sidohutomo ikut berkomentar: “Jhiakakakak..., dapat semakin tersesat jauh pemikiran kita ini, apalagi bila dikaitkan dengan isu ‘kekerasan dalam menjalankan tuntunan agama’…, hahahaaaaaaaaaa…
Jadi penasaran pengin tahu kalau di Irlandia itu yang suka melakukan kekerasan memang kitab sucinya apa?… atau yang pakai bom clustermembunuhi puluhan ribu orang Irak dan Afganistan itu kitab sucinya apa?…
KALAU MAU MENILAI SEBUAH AGAMA, MAKA NILAILAH KITAB SUCINYA DAN JANGAN MENILAI ORANG-ORANGNYA… Bila ingin fokus pada pemikiran founding father negeri ini…, ayo kita laksanakan ide pemikirannya yang berada pada teks Pancasila sebagai falsafah dan dasar bernegara…, sila pertama saja dahulu yang paling mudah… 1. KETUHANAN YANG MAHA ESA…”

Soe Tjen Marching pun membalas argumen Ananto Sidohutomo. “Ketuhanan Yang Maha Esa itu bikinanOrba, Pak. Di zaman Sukarno tidak ada karena banyak agama yang politeis.” Padahal Pancasila adalah judul pidato yang disampaikan oleh Soekarno dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (bahasa Indonesia:“Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan”) pada tanggal 1 Juni 1945. Dalam pidato inilah konsep dan rumusan awal “Pancasila” pertama kali dikemukakan oleh Soekarno sebagai dasar negara Indonesia merdeka.
Debat pun berlanjut karena banyak pengikut esais dan penulis perempuan itu tidak sependapat dengan pernyataan Soe Tjen Marching dalam memandang Al-Qur’an. “Saya akan akhiri diskusi ini karena sudah tidak kondusif lagi. Jelas, yang memaki saya ‘ngawur’ atau menertawakan dll, belum membaca penelitian tentang Kitab Suci dengan saksama. Komentar setelah ini akan saya hapus.”
Demikian debat terjadi sangat alot pada akun Soe Tjen Marching. Namun, tidak mengherankan gagasan wanita yang kini menetap di London, Inggris itu nyeleneh karena sebelumnya rapor merah Soe sudah memperlihatkan hakekat siapa dia sebenarnya.
Menurut Sunantra, Rabu (3/2), bagi kaum LGBT, dia dianggap sebagai Srikandi yang selalu semangat untuk fight dengan siapapun yang menentang tuntutan dari komunitas Lesbi, Gay, Biseksual dan Transgender.
Soe Tjen Marching
Sebelum kasus penistaan Al-Qur’an ini, dia ikut hadir di Den Haag awal November lalu sebagai anak seorang Tapol PKI ketika Republik ini menjadi tergugat pada Pengadilan Internasional IPK ’65 dgn tuduhan Pembantaian PKI ’65. Lagi-lagi hal ini tidak diketahui banyak pihak, sehingga jelas apa motiv Soe begitu sentimen terhadap Islam.
Soe Tjen Marching
Dia juga orang yang menggagalkan mertua SBY (Sarwo Edhi) menjadi Pahlawan Nasional dengan “Petisinya pada media Change yang akhirnya membuat Jokowi menganulir usulan era Presiden SBY memasukkan nama mertuanya sendiri,” sebagaimana pengakuan Soe Tjen dalam rilis kepadamerdeka.com, Senin (10/11/2015).
Juga masih Soe Tjen terlahir menjadi penggagas Petisi Pembubaran Kementerian Agama. Maka, nampak sudah hakekat siapa dia.
Red : Adiba Hasan
SHARE !!!
antiliberalnews.com