GUIDE TO ISLAM Qur'an Hadith

GUIDE TO ISLAM Qur'an Hadith

TRANSLATE THIS PAGE

EnglishFrenchGermanSpainItalianDutchRussianPortugueseJapaneseKoreanArabicChinese Simplified

Tampilkan postingan dengan label HUKUM. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label HUKUM. Tampilkan semua postingan

JANGAN mencela makanan - Ini HUKUMNYA


Salah satu diantara cara Allah untuk meyakinkan umat manusia tentang kebenaran para nabi yang Dia utus, Allah berikan bekal kepada mereka berupa mukjizat.
Sebelum Allah memerintahkan Musa untuk menghadapi Fir’aun, Allah bekali beliau dengan mukjizat. Ketika Allah berbicara dengan Musa di bukit Tursina, Allah tunjukkan kepada Musa berbagai mukjizat yang dia miliki, mulai dari tongkat yang berubah menjadi ular, tangan yang bisa mengeluarkan cahaya putih, dst.
Kemudian Allah berfirman,
فِي تِسْعِ آَيَاتٍ إِلَى فِرْعَوْنَ وَقَوْمِهِ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا فَاسِقِينَ
“(dua mukjizat ini) termasuk sembilan mukjizat yang akan ditunjukkan kepada Fir’aun dan kaumnya. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik.” (QS. an-Naml: 12).
Demikian pula Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah memberi bekal kepada beliau berbagai macam mukjizat untuk membuktikan kebenaran beliau. Diantaranya, al-Quran yang bisa meluluhkan hati orang musyrik yang mendengarnya, peristiwa Isra’ Mi’raj, terbelahnya bulan, keluarnya air dari jari-jari beliau, terdengarnya suara tasbih dari makanan, batu memberi salam kepada beliau, terdengarnya suara rintihan batang kurma yang merindukan beliau, termasuk kebenaran berita masa depan yang beliau sampaikan.
Para ulama membukukannya dalam kitab Dalail an-Nubuwah.
Salah satu diantara mukjizat beliau adalah keindahan akhlak beliau. Ketinggian budi pekerti dan akhlak beliau, yang hampir tidak mungkin bisa dilakukan manusia biasa, selain orang yang derajat taqwanya sangat tinggi.
Seperti diantaranya, tidak mencela dan mengomentari makanan.
Sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu menceritakan,
مَا عَابَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَامًا قَطٌّ إِنِ اشْتَهَاهُ أَكَلَهُ وَإِلاَّ تَرَكَهُ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencela makanan sama sekali. Jika beliau selera maka beliau memakannya, dan jika tidak selera maka beliau tinggalkan.” (HR. Ahmad 9755, Bukhari 3563 dan Muslim 5504).
Jangan anda berfikir, mencela makanan hanya terkait penilaian enak, tidak enak, menjijikkan atau komentar miring lainnya. Ternyata lebih dari itu. Sebatas menyebut asin, kurang asin, kemanisan, kecut, … yang itu umum dilakukan di masyarakat kita, ternyata masuk dalam cakuan hadis di atas.
Imam an-Nawawi rahimahullah menjelaskan hadis ini,
هَذَا مِنْ آدَابِ الطَّعَامِ الْمُتَأَكِّدَةِ وَعَيْبُ الطَعَامِ كَقَوْلِهِ : مَالِحٌ، قَلِيْلُ الْمِلْحِ، حَامِضٌ، رَقِيْقٌ، غَلِيْظٌ، غَيْرُ نَاضِجٍ، وَنَحْوُ ذَلِكَ
“Hal ini (tidak mencela makanan) termasuk adab makan yang ditekankan. Dan mencela makanan yaitu seperti ia berkata, “Ini keasinan”, “Kurang asin”, “Kecut”, “Terlalu lembut”, “Masih kasar”, “Belum masak”, dan yang semisalnya.” (al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim, 14/26).
Yang lebih mengherankan, sampaipun dalam kondisi yang secara normal umumnya manusia mengomentari makanan, namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap istiqamah tidak mengomentarinya.
Kita bisa lihat untuk kejadian beliau disuguhi daging dhab.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mendapat informasi dari Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu,
أَنَّهُ دَخَلَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى مَيْمُونَةَ وَهِيَ خَالَتُهُ وَخَالَةُ ابْنِ عَبَّاسٍ فَوَجَدَ عِنْدَهَا ضَبًّا مَحْنُوذًا فَقَدَّمَتِ الضَّبَّ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ عَنِ الضَّبِّ فَقَالَ خَالِدٌ: أَحْرَامٌ الضَّبُّ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «لَا وَلَكِنْ لَمْ يَكُنْ بِأَرْضِ قَوْمِي فَأَجِدُنِي أَعَافُهُ» قَالَ خَالِدٌ: فَاجْتَرَرْتُهُ فَأَكَلْتُهُ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ إِلَيّ
Bahwasanya Khalid pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui Maimunah (istri Nabi) dan Maimunah adalah bibiknya Kholid dan juga bibiknya Ibnu Abbas.
Ketika itu, di rumah Maimunah ada daging dhob (kadal gurun) yang dipanggang. Lalu Dhob itupun dihidangkan kepada Nabi shallalahu ‘alaihi wasallam.

Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mau menyentuh Dhab.
Kholid bertanya, “Apakah dhob itu haram, ya Rasulullah?’.
Kita simak jawaban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَا وَلَكِنْ لَمْ يَكُنْ بِأَرْضِ قَوْمِي فَأَجِدُنِي أَعَافُهُ
“Tidak, namun dhob ini tidak ada di kampungku, sehingga aku kurang berselera”.
Kata Kholid, “Akupun mengambilnya lalu menyantapnya, dan Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam hanya memandangku” (HR. Bukhari 5391)
Mungkin bagi orang biasa, dia bisa menjawab dengan sedikit komentar miring, “Saya jijik..” “Saya eneg..” “Hii… ngerii…” dst… Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukannya.
Untuk bisa sama seperti beliau, memang tidak mungkin. Namun setidaknya, kita bisa jadikan beliau sebagai standar akhlak yang terpuji. Yang untuk bisa sampai pada tingkatan itu, kita butuh belajar.
Semoga Allah membimbing kita untuk bisa lebih mudah mengikuti semua sunah beliau.
Allahu a’lam

SHARE !
Tulisan ini terinspirasi dari artikel Ustad Firanda Andirja, M.A.
konsultasisyariah.com

Percaya Zodiak atau Ramalan atau Terawang - Ini Hukum & Konsekwensinya


Apakah anda termasuk orang yang suka Percaya dengan Ramalan, Segeralah Bertaubat! Wahai saudaraku, memang sulit untuk melepaskan sesuatu yang dari dulu dipercayai seperti mempercayai ramalan dan sejenisnya. Namun, alangkah lebih bijaksana jika kita menjauhi hal-hal yang dilarang Allah SWT yang Maha pemilik segalanya.
Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat,” (QS Al-Insan: 2).

“… dan barangsiapa yg melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat dzalim terhadap dirinya sendiri …,” (QS Al Haaqqah: 1).

Wahai saudaraku, sadarilah bahwa apa yang ada dilangit dan dibumi ini adalah ciptaan Allah SWT. setiap kejadian yang menimpa kita bukan karena si peramal atau ramalan tetapi karena kehendak Allah SWT. Tak ada satu butir debu pun yang terhempas angina, jika bukan karena kehendakNya.

Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya orbit-orbit (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak (benar). Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui,” (QS. Yunus: 5)

Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertakwa,”(QS. Yunus: 6)

Saudaraku, hanya Allah SWT yang mengetahui apa yang akan terjadi bukan peramal dan sebagainya. Hanya Allah SWT yang tahu perkara-perkara yang gaib.
Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan,” ( QS An Naml :65)

Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,” (QS Al Maa’idah: 120).

Jika anda sudah terlanjur melakukannya, Maka segeralah bertaubat, maka beristighfar. Karena Allah Maha Pengampun. Maka meminta ampunlah kepada Allah SWT karena kita hanyalah seorang hamba yang sepatutnya selalu bertaubat atas segala kekhilafan yang dilakukan.
Hukum Meyakini Zodiak dan Ramalan Bintang
Ada tiga macam keyakinan yang dimaksud dan ketiga-tiganya haram dilakukan oleh seorang muslim.
Pertama: Keyakinan bahwa posisi benda langit yang menciptakan segala kejadian yang ada di alam semesta dan segala kejadian berasal dari pergerakan benda langit.
Keyakinan semacam ini adalah keyakinan yang dimiliki oleh Ash Shobi-ah. Mereka mengingkari Allah sebagai pencipta. Segala kejadian yang ada diciptakan oleh benda langit. Pergerakan benda langit yang ada dapat diklaim menimbulkan kejadian baik dan buruk di alam semesta. Keyakinan semacam ini adalah keyakinan yang kufur berdasarkan kesepakatan para ulama.
Kedua: Keyakinan bahwa posisi benda langit yang ada hanyalah sebagai sebab (ta’tsir) dan benda tersebut tidak menciptakan segala kejadian yang ada. Yang menciptakan setiap kejadian hanyalah Allah, sedangkan posisi benda langit tersebut hanyalah sebab semata. Keyakinan semacam ini juga tetap keliru dan termasuk syirik ashgor. Karena Allah sendiri tidak pernah menjadikan benda langit tersebut sebagai sebab. Allah pun tidak pernah menganggapnya punya kaitan dengan kejadian yang ada di muka bumi, seperti turunnya hujan dan bertiupnya angin. Semua ini kembali pada pengaturan Allah dan atas izin-Nya, dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan kedudukan benda langit yang ada. Allah hanya menciptakan bintang untuk tiga tujuan sebagaimana telah dikemukakan di atas.
Ketiga: Posisi benda langit sebagai petunjuk untuk peristiwa masa akan datang. Keyakinan semacam ini berarti mengaku-ngaku ilmu ghoib. Ini termasuk perdukunan dan sihir. Perbuatan semacam ini termasuk kekufuran berdasarkan kesepakatan para ulama. (I’anatul Mustafid bi Syarh Kitabit Tauhid)
Intinya, ketiga keyakinan di atas adalah keyakinan yang keliru, walaupun hanya menganggap sebagai sebab atau hanya sebagai ramalan. Namun sayangnya, keyakinan semacam inilah yang tersebar luas di tengah-tengah masyarakat muslim.
Mereka begitu semangat menikmati ramalan tersebut di majalah, koran, dan di dunia maya (seperti di situs jejaring sosial yaitu Facebook dan Friendster). Sebagian mereka pun mempercayai ramalan-ramalan bintang tadi. Apalagi jika memang ramalan itu pas dengan kondisi keuangan dan asmaranya saat itu. Sungguh, ini merupakan musibah besar di tubuh umat ini. Membaca sampai membenarkan lamaran tadi pun dianggap hal wajar dan tidak bernilai dosa. –Wal ‘iyadzu billah

Hukum Membaca Zodiak dan Ramalan Bintang
Zodiak atau ramalan bintang berisi tentang ramalan tentang asmara, keuangan, kesuksesan seseorang di masa akan datang. Biasa digambarkan ramalan keadaan dirinya pada 1 minggu atau sebulan mendatang.
Cara memperoleh ramalan bintang ini tidak perlu susah payah sampai ke rumah tukang ramal. Saat ini, setiap orang sudah disuguhkan cara mudah untuk membaca ramalan bintang melalui majalah, koran atau TV. Bahkan sekarang bisa tinggal ketik lewat sms dengan format reg spasi, dsb.
Dari sini perlu diketahui bahwa para ulama seringkali menyamakan hukum membaca ramalan bintang dengan hukum mendatangi tukang ramal yang mengklaim mengetahui perkara yang ghoib. Keduanya dinilai sama hukumnya karena sama-sama mempertanyakan hal ghoib di masa akan datang.
Syaikh Sholih Alu Syaikh mengatakan, “Jika seseorang membaca halaman suatu koran yang berisi zodiak yang sesuai dengan tanggal kelahirannya atau zodiak yang ia cocoki, maka ini layaknya seperti mendatangi dukun. Akibatnya cuma sekedar membaca semacam ini adalah tidak diterima shalatnya selama empat puluh hari. Sedangkan apabila seseorang sampai membenarkan ramalan dalam zodiak tersebut, maka ia berarti telah kufur terhadap Al Qur’an yang telah diturunkan pada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (At Tamhid Lisyarh Kitabit Tauhid)

Intinya, ada dua rincian hukum dalam masalah ini.
Pertama: Apabila cuma sekedar membaca zodiak atau ramalan bintang untuk mengetahui nasibnya di masa mendatang, walaupun kemudian ia tidak mempercayai ramalan tersebut atau tidak membenarkannya, maka itu tetap haram. Akibat perbuatan ini, shalatnya tidak diterima selama 40 hari.

Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal, maka shalatnya selama 40 hari tidak diterima.” (HR. Muslim) Ini akibat dari cuma sekedar membaca.


Maksud tidak diterima shalatnya selama 40 hari dijelaskan oleh An Nawawi: “Adapun maksud tidak diterima shalatnya adalah orang tersebut tidak mendapatkan pahala. Namun shalat yang ia lakukan tetap dianggap dapat menggugurkan kewajiban shalatnya dan ia tidak butuh untuk mengulangi shalatnya.” (Syarh Muslim, An Nawawi)
Kedua: Apabila sampai membenarkan atau meyakini ramalan tersebut, maka dianggap telah mengkufuri Al Qur’an yang menyatakan hanya di sisi Allah pengetahuan ilmu ghoib.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkannya, maka ia berarti telah kufur pada Al Qur’an yang telah diturunkan pada Muhammad.” (HR. Ahmad)


Syaikh Sholih Alu Syaikh memberi nasehat, “Kita wajib mengingkari setiap orang yang membaca ramalan bintang semacam itu dan kita nasehati agar jangan ia sampai terjerumus dalam dosa. Hendaklah kita melarangnya untuk memasukkan majalah-majalah yang berisi ramalan bintang ke dalam rumah karena ini sama saja memasukkan tukang ramal ke dalam rumah. Perbuatan semacam ini termasuk dosa besar (al kabair) –wal ‘iyadzu billah-. …

Oleh karena itu, wajib bagi setiap penuntut ilmu agar mengingatkan manusia mengenai akibat negatif membaca ramalan bintang. Hendaklah ia menyampaikannya dalam setiap perkataannya, ketika selesai shalat lima waktu, dan dalam khutbah jum’at. Karena ini adalah bencana bagi umat. Namun masih sangat sedikit yang mengingkari dan memberi peringatan terhadap kekeliruan semacam ini.”
Dari sini, sudah sepatutnya seorang muslim tidak menyibukkan dirinya dengan membaca ramalan-ramalan bintang melalui majalah, koran, televisi atau lewat pesan singkat via sms. Begitu pula tidak perlu seseorang menyibukkan dirinya ketika berada di dunia maya untuk mengikuti berbagai ramalan-ramalan bintang yang ada. Karena walaupun tidak sampai percaya pada ramalan tersebut, tetap seseorang bisa terkena dosa jika ia bukan bermaksud untuk membantah ramalan tadi. Semoga Allah melindungi kita dan anak-anak kita dari kerusakan semacam ini.

Kejadian Masa Akan Datang Menjadi Kekhususan Allah
Ketahuilah, saudaraku. Perkara masa akan datang adalah perkara yang menjadi kekhususan Allah dan menjadi ranah ghoib. Sehingga tidak pantas seorang makhluk pun menerka-nerka apa yang akan terjadi pada masa akan datang melalui ramalan bintang, zodiak dan semacamnya. Begitu pula tidak boleh mempercayai ramalan-ramalan semacam itu sebagaimana larangan yang telah kami kemukakan di atas.
Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الأرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Luqman: 34)


Disebutkan pula dalam kitab Shahih Al Bukhari dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

مَفَاتِحُ الْغَيْبِ خَمْسٌ
Kunci ilmu ghoib itu ada lima.” (HR. Bukhari)


Kemudian beliau pun membaca firman Allah (yang artinya), “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat, … dst”.

Kuncinya: Menyandarkan Diri pada Allah
Cukuplah seseorang meyakini bahwa segala sesuatu telah ditakdirkan oleh Yang Di Atas. Kita hanya berusaha dan berusaha disertai tawakkal. Dengan cara seperti ini, apa yang kita inginkan dengan izin Allah dapat tercapai.
Dari Umar bin Al Khoththob radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصاً وَتَرُوحُ بِطَاناً
”Seandainya kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rizki sebagaimana burung mendapatkan rizki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad)

Jika Allah yang jadi sandaran dalam setiap usaha, maka Dia akan mencukupi setiap hajat. Bukankah Allah Ta’ala Yang Maha Mencukupi berfirman,

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya.” (QS. Ath Tholaq: 3)


Imam Al Qurtubi mengatakan, ”Barangsiapa menyerahkan urusannya sepenuhnya kepada Allah, maka Allah akan mencukupi kebutuhannya.” (Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an: Imam Al Qurthubi)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membaca ayat di atas kepada Abu Dzar. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya,
لَوْ أَنَّ النَّاسَ كُلَّهُمْ أَخَذُوْا بِهَا لَكَفَتْهُمْ
Seandainya semua manusia mengambil nasehat ini, itu sudah akan mencukupi mereka.” (HR. Ahmad)


Yaitu seandainya manusia betul-betul bertakwa dan bertawakkal, maka sungguh Allah akan mencukupi urusan dunia dan agama mereka. (Jami’ Al Ulum Wal Hikam: Ibnu Rajab)
Lalu masihkah terbetik dalam hati kita untuk menggantungkan diri dan percaya pada ramalan-ramalan, padahal ada Rabb Yang Maha Mencukupi dan Sebaik-baik Tempat Bergantung?!
Saudaraku.. Ingatlah, Ramalan mendatangkan banyak keburukan. Percaya dengan ramalan ilmu gaib bisa diancam dengan kekafiran dan kekal abadi di neraka. Wal’iyadzu billah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“ Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkannya , maka ia berarti telah kufur pada (Al-Qur’an) yang telah diturunkan pada Muhammad,” (HR. Ahmad)

Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang beranggapan sial atau membenarkan orang yang beranggapan sial, atau siapa saja yang mendatangi tukang ramal atau membenarkan ucapannya , atau siapa saja yang melakukan perbuatan sihir atau membenarkannya,” (HR. Al Bazzar dalam Musnad-nya)

Sudah siap dengan konsekuensi yang akan ditanggung jika lebih percaya ramalan? Sudah siap untuk tidak diakui sebagai umat Nabi Muhammad SAW?

Semoga Allah memberi hidayah demi hidayah. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita kaum muslimin dan dapat memperbaiki keadaan kita sekalian.Referensi: 

SHARE !!!
Berbagai sumber - artnetbooks.net

Tanda-tanda Hati yang Mati

kepercayaan_hati
SETIAP insan dianugerahi hati, salah satu organ tubuh manusia yang sangat penting. Berbicara tentang hati, mari kita bedakan hati secara fisik dan hati secara makna (kiasan). 
Menurut Rasulullah, 
“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam hati ada segumpal daging yang kalau dia baik maka akan baik pula seluruh anggota tubuh, dan kalau dia rusak maka akan rusak pula seluruh anggota tubuh, ketahuilah di adalah hati,” (Muttafaqun alaih).

Hati yang rusak, tentu saja hati yang mati. Mendeteksi hati yang mati tidaklah sulit, berikut beberapa tandanya.
1.”Tarkush sholah” Berani meninggalkan sholat fardhu.
2. “Adzdzanbu bil farhi” Tenang tanpa merasa berdosa padahal sedang melakukan dosa besar (QS al A’raf 3).
3. “Karhul Qur’an” Tidak mau membaca Al-Qur’an.
4. “Hubbul ma’asyi” Terus menerus ma’siyat.
5. “Asikhru” Sibuknya hanya mempergunjing dan buruk sangka, serta merasa dirinya selalu lebih suci.
6. “Ghodbul ulamai” Sangat benci dengan nasehat baik dan ulama.
7, “Qolbul hajari” Tidak ada rasa takut akan peringatan kematian,kuburan dan akhirat.
8. “Himmatuhul bathni” Gilanya pada dunia tanpa peduli halal haram yang penting kaya.
10. “Anaaniyyun” tidak mau tau, “cuek” atau masa bodoh keadaan orang lain,bahkan pada keluarganya sendiri sekalipun menderita.
11. “Al intiqoom “Pendendam hebat.
12. “Albukhlu” sangat pelit.
13. “Ghodhbaanun” cepat marah karena keangkuhan dan dengki.
14. “Asysyirku” syirik dan percaya sekali kepada dukun & prakteknya.

Semoga ALLAH menghiasi hati kita dengan keindahan iman dan kemuliaan akhlak. 
[Sumber: Kajian Islam]

Pernikahan menjadi BATAL HUKUMNYA Karena Beberapa Hal - Seperti dijelaskan dibawah ini





SEBUAH pernikahan dalam Islam, bisa saja berakhir dengan berbagai sebab. Ada yang sudah direncanakan, namun ada juga yang terjadi tiba-tiba. Sebagai Muslim, tentu kita harus mengetahui apa saja yang sekiranya bisa membatalkan sebuah pernikahan.

Hal-hal yang membatalkan nikah:

1. Nusyuz
Nusyuz adalah durhaka istri terhadap kewajiban kepada suaminya. Suami telah menyediakan rumah kediaman yang sesuai dengan kemampuan suami, tetapi istri tidak mau pindah kerumah itu atau istri meninggalkan rumah tanpa izin suami. Istri tidak mau memenuhi atau melayani suami, tanpa alas an dibenarkan syarat. Apabila suami melihat tanda-tanda nusyuz(dukhaka) pada istrinya, maka suami harus segera mengambil langkah-langkah untuk mengatasinyanya, yaitu:
  • Jika nusyuz (durhaka) masih berlanjut, maka suami berhak berpisah tidur dengan istrinya (perenungan masalah) agar istri menyadari dengan sendirinya
  • Sesudah dua langkah tersebut , istri masih tetap nusyuz, maka suami berhak untuk memukulnya dengan pukulan yang tidak membahayakan.
2. Syiqaq
Syiqaq ialah terjadinya perpecahan atau persengketan antra suami-istri.jika rumah tangga mengalami perbedaan pendapat yang berkepanjangan yang mengarah pada perpecahan keluarga, maka agama memberikan solusi agar kedua belah pihak mengurus orang ketiga yang dipandang berkompeten dalam hal tersebut, baik dari keluarganya sendiri maupun dari orang lain yang disebut hakaiman untuk bermusyawarah mencari penyelesaian antara keduanya demi berlangsungankebahagian kehidupan keluarga tersebut.
Solusinya:
  • Penyadaran terhadap tujuan nikah
  • Kata-kata yang harus dihindari malas, bosan, capek, terserah, gak ngurus, cerai, dan kata-kata sejenisnya
3. Fasakh
Menurut bahasa berarti mencabut atau menghapus sedangkan fasakh dalam konten perceraian adalah pencabutan atau pembatalan perkawinan dikarenakan keadaan-keadaan tertentu .
Solusinya :
  • Istri bisa mengajukan khuluk kepengadilan agama (hukum di Indonesia)
  • Mengajukan khuluk secara langsung kepada suami

Sebab fasakh:
1. Keadaan yang berbentuk sebab
Maksudnya apabila terpenuhinya keadaan tersebut ini adalah :
Antara suami isteri masih ada hubungan mahram seperti saudara seayah atau radha (sepenyusuan)
Keluar dari agama islam (murtad)
“Apabila salah satu dari kedua keadaan tersebut telah menjadi maka dengan sendirinya pernikahan telah batal, tanpa menunggu proses persidangan. Dengan demikian keputusan hakim hanya berfungsi sebagai asas legalitas formal.”
2. Keadaan yang berbentuk syarat
Maksudnya keberadaan sesuatu yang melatar belakangi boleh fasakh, tidak dengan sendirinya merusak pernikahan. Tergantung gugatan pihak yang dirugikan.
Misalnya:
Gila
KDRT(kekerasan dalam rumah tangga)
Gangguan fungsi seksual seperti :

  • Tersumbatnya alat kelamin perempuan
  • Impotensi
  • Hypersex
  • Tidak bisa memberi nafkah pada istri
  • Tidak menjalankan syariat Islam seperti tidak mau melaksanakan shalat lima waktu.
  • Apabila salah satu dari beberapa keadaan tersebut telah terjadi maka pembatalan pernikahan masih menunggu proses persidangan. Sehingga apabila pihak yang dirugikan tidak mengajukan gugatan kepada hakim, maka pernikahan masih tetap sah.
4. Khuluk (talak tebus)
Khulu’ atau talak tebus adalah talak yang diucapkan oleh suami dengan pembayaran dari pihak istri kepada suami.
Talak tebus ini boleh dilakukan kapan saja baik istri dalam keadaan suci maupun haid sebab talak seperti ini biasanya adalah permintaan dari pihak istri.
Dan disimpulkan bahwa khulu’ diperboleh dengan sebab-sebab sebagai berikut:
  • Apabila suami istri dikhawatirkan tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, yakni menciptakan pergaulan rumah tangga yang baik
  • Apabila istri sangat benci kepada suami dengan sebab tertentu sehingga dikhawatirkan istri tidak akan mematuhi suaminya.

5. Zihar
Yaitu seorang suami menyamakan isterinya dengan ibunya sehingga haram atasnya sperti kata suami pada isteri : “Punggungmu seperti punggung ibuku.”
Hakikat Zihar: Penyakit odipus kompleks. (Penyakit psikologis anak laki-laki yang sangat amat cintanya kepada ibunya.
Akibat zihar:
“Apabila seorang suami mengatakan demikian dan tidak diikuti dengan talak, maka ia dilarang menggauli istrinya sebelum membayar karafat ZIHAR.” Adapun kafarat zihar adalah:
  • Memerdekakan hamba sahaya, atau
  • Puasa 2 bulan berturut-turut, atau
  • Memberi makan kepada 60 orang miskin selama 2 bulan. [anita dunk]


SHARE !!!
islampos.com


Islamic inheritance law

PLEASE USE SUPPORT TOOLS 
IN THE LANGUAGE TRANSLATOR


Dalam hukum waris Islam, apabila semua ahli waris berkumpul, maka yang berhak mendapatkan warisan hanya ada 5 (lima) orang yaitu anak kandung (laki-laki dan perempuan), ayah, ibu, istri (janda), suami (duda). Sedang ahli waris lain tidak mendapat apa-apa. Ini adalah prinsip dasar hukum waris Islam yang perlu diketahui oleh kalangan awam. Apabila kelima orang di atas tidak lengkap, maka ahli waris lain punya peluang untuk mendapat warisan seperti uraian dalam artikel ini. 



Juga, anak angkat (adopsi) bukan termasuk ahli waris dan tidak mendapat warisan dalam situasi apapun. Alternatifnya, orang tua angkatnya hendaknya memberi mereka hibah atau wasiat sebelum meninggal agar anak angkat mendapat bagian harta.



Warisan berasal dari bahasa Arab al-irts (الإرث) atau al-mirats (الميراث) secara umum bermakna peninggalan (tirkah) harta orang yang sudah meninggal (mayit).




Warisan berasal dari bahasa Arab al-irts (الإرث) atau al-mirats (الميراث) secara umum bermakna peninggalan (tirkah) harta orang yang sudah meninggal (mayit). 


Secara etimologis (lughawi) waris mengandung 2 arti yaitu (a) tetap dan (b) berpindahnya sesuatu dari suatu kaum kepada kaum yang lain baik itu berupa materi atau non-materi. 



Sedang menurut terminologi fiqih/syariah Islam adalah berpindahnya harta seorang (yang mati) kepada orang lain (ahli waris) karena ada hubungan kekerabatan atau perkawinan dengan tata cara dan aturan yang sudah ditentukan oleh Islam berdasar QS An-Nisa' 4:11-12.


I. DALIL DASAR HUKUM WARIS
Hukum waris dalam Islam berdasarkan pada nash (teks) dalam Al-Quran sebagai berikut: 

- QS An-Nisa' 4:11-12
"يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَييْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۚ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۗ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ ۚ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَىٰ بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ ۚ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ 

Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (ayat 11). 


Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sdsudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.(ayat 12) 



- QS An-Nisa' 4:176


يَسْتَفْتُونَكَ قُلْ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلالَةِ إِنْ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ وَهُوَ يَرِثُهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا 


وَلَدٌ فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ

Artinya: Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal.


KEWAJIBAN AHLI WARIS KEPADA PEWARIS 
Sebelum harta dibagi, ahli waris punya kewajiban terdadap pewaris yang wafat sbb:

a. mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai;
b. menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan, termasuk kewajiban pewaris maupun penagih piutang;"
c. menyelesaikan wasiat pewaris;
d. membagi harta warisan di antara ahli waris yang berhak.

*Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya. 

SYARAT WARISAN ISLAM
Syarat waris Islam ada 3 (tiga) yaitu:

1. Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara hakiki maupun secara hukum (misalnya dianggap telah meninggal).
2. Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada waktu pewaris meninggal dunia.
3. Seluruh ahli waris diketahui secara pasti, termasuk jumlah bagian masing-masing. 

RUKUN WARIS ISLAM
Rukun waris ada 3 (tiga) yaitu:

1. Pewaris, yakni orang yang meninggal dunia.
2. Ahli waris, yaitu mereka yang berhak untuk menguasai atau menerima harta peninggalan pewaris.
3. Harta warisan.

NAMA AHLI WARIS DAN BAGIANNYA
Dari seluruh ahli waris yang tersebut di bawah ini, yang paling penting dan selalu mendapat bagian warisan ada 5 yaitu anak kandung (laki-laki dan perempuan), ayah, ibu, istri, suami.
Artinya apabila semua ahli waris di bawah berkumpul, maka yang mendapat warisan hanya kelima ahli waris di atas.

Sedangkan ahli waris yang lain dapat terhalang haknya (hijab/mahjub) karena bertemu dengan ahli waris yang lebih tinggi seperti cucu bertemu dengan anak. 

Daftar nama ahli waris dan rincian bagian harta warisan yang diperoleh dalam berbagai kondisi yang berbeda.

BAGIAN WARIS ANAK LAKI-LAKI
Anak laki-laki selalu mendapat asabah atau sisa harta setelah dibagikan pada ahli waris yang lain. Walaupun demikian, anak laki-laki selalu mendapat bagian terbanyak karena keberadaannya dapat mengurangi bagian atau menghilangkan sama sekali (mahjub/hirman) hak dari ahli waris yang lain. 

Dalam ilmu faraidh, anak laki-laki disebut ahli waris ashabah binafsih (asabah dengan diri sendiri) 


BAGIAN WARIS ANAK PEREMPUAN 
- Anak perempuan mendapat 1/2 (setengah) harta warisan apabila (a) sendirian (anak tunggal) dan (b) tidak ada anak laki-laki. 
- Anak perempuan Mendapat 2/3 (dua pertiga) apabila (a) lebih dari satu dan (b) tidak ada anak laki-laki. 
- Anak perempuan mendapat bagian asabah (sisa) apabila ada anak laki-laki. Dalam keadaan ini maka anak perempuan mendapat setengah atau separuh dari bagian anak laki-laki. (QS An-Nisa' 4:11)


BAGIAN WARIS AYAH
- Ayah mendapat 1/3 (sepertiga) bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak. 
- Ayah Mendapat bagian 1/6 (seperenam) apabila ada keturunan pewaris yang laki-laki seperti anak atau cucu laki-laki dan kebawah.
- Ayah mendapat bagian asabah dan bagian pasti sekaligus apabila ada keturunan pewaris yang perempuan yaitu anak perempuan atau cucu perempuan dan kebawah. Maka, ayah mendapat 1/6 (seperenam) dan asabah.

*Yang terhalang (mahjub) karena ayah adalah saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki sebapak, saudara laki-laki seibu. Semua tidak mendapat warisan karena adanya Ayah atau Kakek.


BAGIAN WARIS IBU 
- Ibu mendapat 1/3 (sepertiga) warisan dengan syarat (a) tidak ada keturunan pewaris yaitu anak, cucu, dst; (b) tidak berkumpulnya beberapa saudara laki-laki dan saudara perempuan; (c) tidak adanya salah satu dari dua masalah umroh.

- Ibu mendapat 1/6 (seperenam) apabila (a) pewaris punya keturunan yaitu anak, cucu, kebawah; (b) atau adanya dua saudara laki-laki dan perempaun atau lebih. 

- Ibu mendapat 1/3 (seperti) sisanya dalam masalah umaritain (umar dua) yaitu:
-- Istri, Ibu, Bapak. Masalah dari empat: suami 1/4 (satu), ibu 1/3 sisa (satu), yang lain untuk bapak (dua).
-- Suami, Ibu, Bapak. Masalah dari enam: suami 1/2 (tiga), ibu sisa 1/3 (satu), sisanya untuk bapak (dua).

*Ibu mendapat 1/3 dari sisa agar supaya tidak melebihi bagian bapak karena keduanya sederajat dari awal dan supaya laki-laki mendapat bagian dua kali lipat dari perempuan. (QS An-Nisa' 4:11)


BAGIAN WARIS SUAMI (DUDA) 
- Suami atau duda yang ditinggal mati istri mendapat 1/2 (setengah) apabila istri tidak punya keturunan yang mewarisi yaitu anak laki-laki dan perempuan, cucu lak-laki dan kebawah, sedang cucu perempuan tidak menerima warisan.

- Suami mendapat 1/4 apabila ada keturunan yang mewarisi, baik mereka berasal dari hubungan dengan suami yang sekarang atau suami yang lain.


BAGIAN WARIS ISTRI (JANDA) 
- Istri atau janda yang ditinggal mati suami mendapat 1/4 (seperempat) bagian apabila tidak ada keturunan yang mewarisi yaitu anak laki dan perempuan, cucu laki-laki dan kebawah. 
- Istri mendapat 1/8 (seperdelapan) bagian apabila suami punya keturunan yang mewarisi baik dari istri sekarang atau istri yang lain. 
- Istri yang lebih dari satu harus berbagi dari bagian 1/4 atau 1/8 tersebut. (QS An-Nisa' 4:12)


BAGIAN WARIS KAKEK
- Kakek mendapat bagian 1/6 (seperenam) dengan syarat (a) adanya keturunan yang mewarisi; (b) tidak ada bapak.

- Kakek mendapat bagian asabah (siswa) apabila (a) mayit atau pewaris tidak punya keturunan yang mewarisi (anak kandung laki perempuan; cucu laki dan kebawah); (b) tidak ada bapak.

- Kakek mendapat bagian pasti dan asabah sekaligus apabila (a) ada keturunan yang mewarisi yang perempuan yaitu anak perempuan dan cucu perempuan anak laki (bintul ibni).

- Apabila ada bapak, maka kakek tidak mendapat apa-apa.

* Kakek yang mendapat warisan adalah yang tidak ada hubungan perempuan antara dia dan mayit seperti bapaknya bapak. Bagiannya seperti bagian warisnya bapak kecuali dalam masalah umariyatain dalam kasus terakhir maka ibu bersama kakek mendapat bagian 1/3 dari seluruh harta sedangkan apabila bersama ayah mendapat 1/3 dari sisa setelah diberikannya bagian suami/istri.

BAGIAN WARIS NENEK 
- Nenek satu atau lebih mendapat 1/6 (seperenam) dengan syarat tidak ada ibu.

* Nenek terhalang (mahjub) alias tidak mendapat apa-apa apabila ada ibu.
* Nenek yang mendapat warisan adalah ibunya ibu, ibunya ayah, ibunya kakek dan keatas dari perempuan, dua dari arah ayah dan satu dari arah ibu.


BAGIAN WARIS CUCU LAKI-LAKI 
Cucu laki-laki dari anak laki-laki mendapat bagian warisan dengan syarat dan ketentuan berikut:

- Bagian yang didapat adalah sisa tirkah (peninggalan) setelah dibagi dengan ahli waris lain yang mendapat bagian pasti (ashabul furudh)
- Tidak ada anak dari mayit yang masih hidup. Kalau ada anak pewaris yang masih hidup, maka cucu tidak mendapat hak waris karena terhalang (mahjub) oleh anak.


BAGIAN WARIS CUCU PEREMPUAN ANAK LAKI (BANATUL IBNI) 

- Cucu perempuan dari anak laki (bintul ibni) satu atau lebih mendapat bagian asabah apabila berkumpul bersama saudaranya yang sederajat yaitu cucu laki-laki dari anak laki (ibnul ibni)

- Bintul ibni mendapat 1/2 (setengah) apabila (a) tidak ada saudara laki-laki sederajat; (b) sendirian atau tidak ada bintul ibni yang lain; (c) tidak ada keturunan yang mewarisi yaitu anak laki dan anak perempuan.

- Cucu perempuan dua atau lebih mendapat 2/3 (dua pertiga) dengan syarat (a) ada dua cucu perempuan dari anak laki atau lebih; (b) tidak ada ahli waris asabah (ibnul ibni - cucu laki dari anak laki) yaitu saudara laki-lakinya; (c) tidak ada keturunan yang mewarisi yang lebih tinggi yaitu anak laki dan anak perempuan.

- Cucu perempuan dari anak laki satu atau lebih mendapat bagian 1/6 (seperenam) apabila (a) tidak ada ahli waris asabah atau cucu laki-laki; (b) tidak ada keturunan yang mewarisi yang lebih tinggi yaitu anak kecuali anak perempuan (binti) yang mendapat 1/2.



* Cucu perempuan dari anak laki (bintul ibni) mendapat 1/6 apabila bersama anak perempuan yang mendapat 1/2 (separuh). Begitu juga, hukumnya cicit perempuan (bintu ibni ibni) bersama cucu perempuan (bintul ibni), dan seterusnya ke bawah.



BAGIAN WARIS SAUDARA LAKI-LAKI KANDUNG 
- Saudara laki-laki kandung mendapat warisan sisa (asabah) dengan syarat apabila (a) tidak ada anak laki-laki; (b) tidak ada cucu laki-laki dari anak laki-laki; (c) tidak ada bapak; (d) tidak ada kakek (menurut beberapa pendapat). Apabila ada para ahli waris ini, maka ia tidak mendapat warisan sama sekali karena terhalang (mahjub).


BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG
- Saudara perempuan kandung mendapat 1/2 (separuh) harta dengan syarat (a) sendirian alias tidak ada cucu perempuan lain; (b) tidak ada cucu laki-laki alias bintul ibni (c) tidak ada orang tua yang mewarisi yaitu bapak atau kakek; (d) tidak ada keturunan yang mewarisi yaitu anak laki, anak perempuan, cucu, dst.

- Mendapat 2/3 apabila (a) lebih dari satu; (b) tidak ada keturunan yang mewarisi alias dalam kondisi kalalah ; (c) tidak ada orang tua laki yang mewarisi seperti bapak dan kakek; (d) tidak ada ahli waris asabah yaitu saudara laki-lakinya.

- Saudara perempuan satu atau lebih mendapat bagian asabah apabila (a) berkumpul dengan ahli waris asabah yang sederajat yaitu saudara laki; (b) bersama keturunan yang mewarisi dari pihak perempuan seperti anak perempuan. 

- Tidak mendapat bagian (mahjub) apabila ada anak laki-laki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek.


BAGIAN WARIS SAUDARA LAKI-LAKI SEBAPAK 
- Saudara laki-laki sebapak mendapat warisan sisa (asabah) dengan syarat apabila (a) tidak ada saudara laki-laki kandung; (b) tidak ada anak laki-laki; (c) tidak ada cucu laki-laki dari anak laki-laki; (d) tidak ada bapak; (e) tidak ada kakek (menurut beberapa pendapat). 


BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN SE-BAPAK (SE-AYAH) - UKHTI LI ABI 

- Saudara perempuan se-bapak/se-ayah atau ukhti li abi mendapat bagian 1/2 (setengah) dengan syarat (a) sendirian alias tidak bersamaan dengan ukhti li abi yang lain; (b) tidak ada ahli waris asabah atau saudara laki-nya; (c) tidak ada orang tua laki ke atas (ayah, kakek) yang mewarisi; (d) tidak ada keturunan ke bawah (anak, cucu); (e) tidak ada saudara kandung laki atau perempuan.




- Saudara perempuan sebapak (ukhti li abi) mendapat bagian 2/3 (dua pertiga) dengan syarat (a) bersamaan dengan ukhti li abi yang lain; (b) tidak ada ahli waris asabah atau saudara laki-nya; (c) tidak ada orang tua laki ke atas (ayah, kakek) yang mewarisi; (d) tidak ada keturunan ke bawah (anak, cucu); (e) tidak ada saudara kandung laki atau perempuan.




- Saudara perempuan sebapak (ukhti li abi) satu atau lebih mendapat bagian 1/6 (seperenam) dengan syarat (a) bersamaan dengan saudara perempuan kandung (ukhti syaqiqah) satu yang mendapat bagian pasti; (b) tidak ada ahli waris asabah atau saudara lakinya; (c) tidak ada keturunan yang mewarisi (anak, cucu); (d) tidak ada orang tua (aslul waris) yang mewarisi dari pihak laki seperti ayah, kakek, dst; (e) tidak ada saudara kandung satu atau lebih.




- Saudara perempuan sebapak (ukhti li abi) satu atau lebih mendapat bagian asabah dengan syarat (a) apabila bersama dengan ahli waris asabah yaitu saudara lakinya, maka yang laki mendapat dua kali lipat; (b) bersamaan dengan keturunan yang mewarisi dari pihak perempuan seperti anak perempuan.




*Apabila tidak memenuhi syarat-syarat tersebut, yakni apabila ada anak laki-laki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek, saudara kandung, maka Saudara perempuan sebapak (ukhti li abi) tidak mendapat bagian waris apapun. 



BAGIAN WARIS SAUDARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN SE-IBU - AKHI/UKHTI LI UMMI 
- Saudara seibu (akh li ummi) baik laki atau perempuan mendapat bagian 1/6 (seperenam) dengan syarat (a) tidak ada keturunan yang mewarisi yaitu anak, cucu, dst; (b) tidak ada orang tua laki-laki yaitu bapak, kakek, dst; (c) sendirian.

- Saudara seibu (akh li ummi) baik laki atau perempuan mendapat bagian 1/3 dengan syarat (a) dua atau lebih; (b) tidak ada keturunan yang mewarisi yaitu anak, cucu, dst; (c) tidak ada orang tua yang mewarisi dari pihak laki yaitu bapak, kakek, dst. (QS An-Nisa' 4:12).


AHLI WARIS DAN BAGIAN WARISAN
Dalam ilmu faraidh (faroidh) ada 2 istilah yang paling dikenal yaitu al-furudh al-muqaddarah (bagian yang ditentukan) dan asabah atau bagian yang tidak ditentukan.


A. Al-Fardhu al-Muqaddarah (Bagian yang ditentukan). 
Yaitu jumlah atau porsi bagian warisan yang ditentukan oleh syariah yaitu 1/2 (setengah), 1/4 (seperempat), 1/8 (seperdelapan), 2/3 (dua pertiga), 1/3 (sepertiga), 1/6 (seperenam).


B. Ashabah (At-Tanshib) 
Yaitu orang yang mendapatkan harta warisan yang belum ditetapkan atau ahli waris yang tidak memiliki bagian tertentu.


AHLI WARIS ADA 3 (TIGA) MACAM
Ahli waris ada 3 macam yaitu ashabul furudh yang memiliki bagian yang sudah ditentukan seperti 1/2, 1/3, 2/3, dst, ahli waris ashabh yang tidak memiliki bagian yang ditentukan dan ahli waris gabungan keduanya sesuai dengan kondisi dan situasi ada atau tidak adanya ahli waris yang lain.


AHLI WARIS ASHABUL FURUDH
(i) Ashabul Furudh/Dzawil Furudh saja yaitu Ahli waris dengan bagian tertentu yaitu ibu, saudara laki seibu, saudara perempuan seibu, nenek dari ibu atau bapak, suami, istri.

AHLI WARIS ASHABAH
(ii) Ahli waris asabah saja artinya ahli waris yang menerima bagian sisa yaitu anak laki, cucu ke bawah, saudara laki kandung, saudara sebapak, anak saudara laki kandung, anak saudara laki sebapak ke bawah, paman kandung dari ayah (العم الشقيق), paman kandung dari ayah sebapak ( العم لأب) dan ke atas, anak laki paman kandung dari ayah (إبن العم الشقيق), anak laki paman dari ayah sebapak ( إبن العم لأب) dan ke bawah.



AHLI WARIS GABUNGAN FURUDH DAN ASHABAH

(iii) Ahli waris dengan bagian tertentu dan ashabah sekaligus atau salahsatunya yaitu bapak, kakek, (b) ahli waris ashabul furudh atau ashabah yaitu anak perepuan satu atau lebih, cucu perempuan dari anak laki (بنت الإبن) satu atau lebih, saudara perempuan satu atau lebih, saudara perempuan sebapak satu atau lebih.

AHLI WARIS ASHABUL/DZAWIL FURUDH DAN BAGIANNYA
Ahli waris dzawil furudh/ashabul furudh dan bagian-bagian yang telah ditentukan untuk mereka adalah sbb:

A. Bagian 1/2 (setengah) 
Ahli waris yang mendapat bagian 1/2 dengan syarat tertentu adalah sbb:

(i) Suami apabila istri tidak punya anak.
(ii) Anak perempuan apabila sendirian (anak tunggal) dan tidak ada anak laki-laki (alias saudara kandung).
(iii) Cucu perempuan dari anak laki ( بنت إبن) apabila sendirian serta tidak adanya anak perempuan atau ahli waris anak laki-laki.
(iv) Saudara perempuan kandung dalam situasi kalalah[1] dan sendirian serta tidak ada anak perempuan dan cucu perempuan dari anak laki (بنت الإبن).
(v) Saudara perempaun sebapak dalam situasi kalalah dan sendirian serta tidak adanya anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki (بنت الإبن), dan saudara perempuan kandung.

B. Bagian 1/4 (seperempat) 
Ahli waris yang mendapat bagian 1/4 dengan syarat tertentu adalah sbb:

(i) Suami apabila ada ahli waris anak laki-laki dari istri.
(ii) Istri apabila tidak ada anak laki-laki.

C. Bagian 1/8 (Seperdelapan)
Yaitu istri apabila ada ahli waris anak laki-laki.

D. Bagian 2/3 (Dua Pertiga)
Yang mendapat bagian 2/3 adalah ahli waris yang mendapat bagian 1/2 (setengah) apabila berkumpul lebih dari satu yaitu
(i) Dua anak perempuan atau lebih.
(ii) Dua cucu perempuan dari anak laki-laki atau lebih.
(iii) Dua saudara perempuan kandung atau lebih
(iv) Dua saudara perempaun sebapak atau lebih.

E. Bagian 1/3 (Sepertiga)
Ahli waris yang mendapat bagian 1/3 dengan syarat tertentu adalah sbb:

(i) Ibu apabila tidak ada anak laki-laki dan saudara laki tidak lebih dari satu.
(ii) Dua atau lebih dari saudara laki-laki atau saudara perempuan yang seibu
apabla tidak ada anak laki dan tidak ada bapak/kakek dari pihak laki-laki.

F. Bagian 1/6 (Seperenam)
Ahli waris yang mendapat bagian 1/6 dengan syarat tertentu adalah sbb:

(i) Bapak apabila ada anak laki-laki.
(ii) Kakek apabila ada anak laki-laki dan tidak ada ayah.
(iii) Ibu apabila ada anak laki-laki atau saudara laki yang lebih dari satu.
(iv) Nenek sebapak atau seibu apabila tidak ada ibu.
(v) Saudara laki atau saudara perempuan seibu apabila tidak ada salah satunya serta tidak adanya anak atau bapak/kakek dari pihak laki-laki.
(vi) Cucu perempuan dari anak laki (بنت الإبن) apabila bersamaan dengan anak perempuan yang mendapatkan bagian 1/2 serta tidak adanya cucu laki-laki dari anak laki (ابن الإبن).
(vii) Saudara perempuan sebapak apabila bersamaan dengan saudara perempuan kandung yang mendapat bagian 1/2 serta tidak adanya saudara laki sebapak.


AL-MAHJUB PENGHALANG AHLI WARIS MENDAPAT WARISAN 
Sebagian ahli waris terhalang haknya untuk mendapat warisan karena keberadaan ahli waris yang lain yang lebih tinggi kedudukannya. Mereka adalah sbb:

AHLI WARIS LAKI-LAKI
1. Cucu dari anak laki tidak mendapat warisan apabila ada anak laki-laki. 
2. Kakek tidak mendapat warisan apabila ada Bapak; kakek yang lebih dekat.
3. Saudara sekandung tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki-laki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek (menurut beberapa pendapat).
4. Saudara laki-laki seayah tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki-laki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek (menurut beberapa pendapat); saudara laki-laki kandung; saudara perempuan kandung jika menjadi ashabah dengan anak perempuan.
5. Saudara laki-laki seibu tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki atau perempuan; cucu laki atau perempuan dari anak laki-laki; bapak; kakek.
6. Anak saudara laki-laki kandung tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki-laki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek; saudara laki kandung; saudara laki seayah, dan saudara perempuan kandung atau seayah jika menjadi ashabah.
7. Anak saudara laki seayah tidak mendapat warisan apabila ada penghalang dalam poin 6, ditambah anak saudara sekandung.
8. Paman kandung tidak mendapat warisan apabila ada penghalang dalam poin 7, ditambah anak saudara seayah.
9. Paman seayah tidak mendapat warisan apabila ada penghalang dalam poin 8, ditambah paman kandung.
10. Anak paman kandung tidak mendapat warisan apabila ada penghalang dalam poin 9, ditambah paman seayah.
11. Anak paman seayah tidak mendapat warisan apabila ada penghalang dalam poin 9, ditambah anak paman kandung.
12. Pemilik yang membebaskan budak tidak mendapat warisan apabila ada Semua ashabah nasabiyah.


AHLI WARIS PEREMPUAN 
1. Cucu perempuan dari anak laki-laki tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki-laki; dua anak perempuan.
2. Nenek tidak mendapat warisan apabila ada ibu.
3. Saudara perempuan kandung tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki-laki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek.


4. Saudara perempuan seayah tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki-laki; cucu laki-laki dan anak laki-laki; bapak; kakek; saudara laki kandung; saudara perempuan kandung jika menjadi ashabah dengan anak perempuan; dua saudara perempuan kandung, apabila saudara perempuan seayah tidak memiliki saudara laki.

5. Saudara perempuan seibu tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki-laki atau perempuan; cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki; bapak; kakek.

6. Mu’tiqah (perempuan pembebas budak) tidak mendapat warisan apabila ada semua ashabah nasabiyah.




PENGGUGUR HAK WARIS
Ada 5 (lima) faktor yang menyebabkan ahli waris tidak dapat mendapatkan warisan yaitu

1. Pembunuhan. Ahli waris membunuh yang mewarisi.
2. Beda agama.
3. Budak.
4. Ahli waris meninggal terlebih dahulu dari pewaris.
5. Mah}jub, yaitu hilangnya (terhijabnya) hak waris seseorang karena adanya ahli waris yang lebih kuat kedudukannya. Misal, cucu laki-laki tidak mendapat warisan karena adanya anak laki-laki.


PERBEDAAN MAHJUB DAN MAHRUM
Persamaan kedua istilah tersebut adalah keduanya sama-sama bermakna terhalangnya ahli waris untuk mendapatkan warisan.

Perbedaaannya adalah kalau mahjub ahli waris tidak mendapat warisan karena adanya ahli waris yang lebih tinggi posisinya. Seperti cucu tidak mendapat warisan karena adanya anak laki-laki.

Sedangkan mahrum ahli waris tidak jadi mendapat warisan karena ahli waris memiliki kecacatan hukum yang menyebabkan hilangnya haknya untuk mendapat warisan. Seperti membunuh pewaris, beda agama, dll.


DZAWIL ARHAM (KERABAT NON AHLI WARIS)
Dawil Arham (ذوو الأرحام) dalam istilah ahli fiqih adalah kalangan kerabat yang bukan Ahli Waris Ashabul Furudh atau Ahli Waris Asabah ; baik laki-laki atau perempuan. Seperti, cucu laki-laki dari anak perempuan (waladul binti); cicit laki-laki dari anak perempuannya anak laki-laki (waladu bintil ibni), kakek dari ibu, anak saudara lelaki seibu (waladul akhi lil-ummi) dan anak saudara perempuan secara mutlak (waladul akhawat), anak perempuannya saudara lelaki (bintul akhi), paman seibu (al-amm li umm)


MASALAH WARIS 
Ada sejumlah permasalahan dalam hukum waris yang terjadi dalam sejumlah kasus yang diperinci dalam uraian di bawah.


MASALAH UMARIYATAIN (UMAR DUA - العمريتين) 
Ada dua kasus yang disebut dengan umaroyatain atau gharawain di mana ibu mendapat 1/3 dari sisa jadi bukan 1/3 dari keseluruhan harta. Contoh kasus adalah sbb:

KASUS PERTAMA:
Seorang perempuan wafat dan ahli warisnya hanya ada 3 (tiga) orang yaitu suami, ibu dan bapak. 

Dalam kasus ini, maka suami mendapat 1/2 (setengah harta), ibu mendapat 1/3 (sepertiga) dari sisa yakni 1/3 dari sisa yang setengah setelah diambil suami. Sedang bapak mendapat asabah (sisa).

KASUS KEDUA:
Seorang laki-laki wafat sedang ahli warisnya hanya ada 3 (tiga) orang yaitu istri, ibu dan bapak.

Maka dalam kasus ini istri mendapat bagian 1/4 (seperempat), ibu mendapat 1/3 (sepertiga) dari sisa setelah diambil istri. Sedang bapak mendapat bagian seluruh sisanya (asabah).

PERBEDAAN ULAMA DALAM MASALAH UMARIYATAIN
Ada dua perbedaan besar tentang berapa bagian ibu dalam masalah Umariyatain ini sbb:

- Pendapat Zaid bin Tsabit dan Umar bin Khattab bahwa ibu mendapat bagian 1/3 (sepertiga) dari sisa. Pendapat ini didukung oleh jumhur (mayoritas) ulama.

- Pendapat Abdullah bin Abbas atau Ibnu Abbas bahwa ibu mendapat bagian 1/3 dari seluruh harta warisan.

ASAL ISTILAH: 
Asal dari istilah umariyatain atau gharawain. Disebut umariyatain karena yang memutuskan perkara ini pertama kali adalah Umar bin Khatab saat menjadi Khalifah Kedua. Disebut gharawain dari bentuk tunggal gharra' karena sangat populer seperti bintang (al-kawkab al-aghar' - الكوكب الأغر).


MASALAH KALALAH 
Kalalah adalah jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya (QS An-Nisa' 4:176)


MASALAH AUL DAN RAD 
Dalam masalah waris adalah masalah yang disebut dengan aul dan radd. Uraiannya lihat rincian di bawah:


MASALAH AUL
Aul artinya bertambah, maksudnya bertambahnya asal masalah (kpk) dikarenakan jumlah bagian Ahlul furudh melebihi jumlah asal masalah. 

Pokok masalah yang ada di dalam ilmu faraid ada tujuh. Tiga di antaranya dapat di-aul-kan, sedangkan yang empat tidak dapat.

Ketiga pokok masalah yang dapat di-aul-kan adalah enam (6), dua belas (12), dan dua puluh empat (24). Sedangkan pokok masalah yang tidak dapat di-'aul-kan ada empat, yaitu dua (2), tiga (3), empat (4), dan delapan (8).

Contoh Aul: [1]
a.Asal masalah (kpk): 12
- suami -> 1/4x12=3
- 2 anak pr -> 2/3x12=8
- ibu -> 1/6x12=2
Jumlah (3+8+2=13)

Disebabkan jumlah bagian melebihi kpk, maka kpk dijadikan 13.
- Suami 3/12 dirubah menjadi 3/13x52.000=6000;-
- Dua anak pr 8/12 dirubah menjadi 8/13x52.000=6000;-
- Ibu 2/12 dirubah menjadi 2/13x52.000=4000;-

b. Asal masalah (kpk): 6
- suami -> 1/2x6=3
- ibu -> 1/6x6=1
- 2 sdr pr sekandung -> 2/3x6=4
Jumlah (3+1+4=8)8.

kpk 6 dijadikan 8
-Suami 3/6 dirubah menjadi 3/8x240.000=90.000;-
-Ibu 1/6 dirubah menjadi 1/8x240.000=30.000;-
-dua sdr pr sekandung 4/6 dirubah menjadi 4/8x240.000=120.000;-


MASALAH RADD

Rad[2] adalah berkurangnya pokok masalah dan bertambahnya/lebihnya jumlah bagian ashhabul furudh. Ar-radd merupakan kebalikan dari al-'aul.


Sebagai misal, dalam suatu keadaan (dalam pembagian hak waris) para ashhabul furudh telah menerima haknya masing-masing, tetapi ternyata harta warisan itu masih tersisa --sementara itu tidak ada sosok kerabat lain sebagai 'ashabah-- maka sisa harta waris itu diberikan atau dikembalikan lagi kepada para ashhabul furudh sesuai dengan bagian mereka masing-masing.



Ar-radd tidak akan terjadi dalam suatu keadaan, kecuali bila terwujud tiga syarat yaitu (a) adanya ashhabul furudh; (b) tidak adanya 'ashabah; (c) ada sisa harta waris.


Semua ashabul furudh dapat memperoleh bagian radd kecuali suami/istri. 


APABILA TIDAK ADA AHLI WARIS 
Apabila ahli waris yang tersebut di atas tidak ada, kepada siapa harta itu diberikan? Ada dua pendapat. Pendapat pertama, diberikan kepada Dzawil Arham atau kerabat nonahli waris , ini adalah pendapat jumhur atau mayoritas ulama termasuk Sahabat dan Tabi'in, madzhab Hanafi, Hanbali dan Syafi'i.[3] Namun, madzhab Syafi'i memberi syarat apabila tidak ada Baitul Mal (Kementerian Keuangan) yang mengatur soal ini. Apabila ada maka harus diberikan ke Baitul Mal. Pendapat kedua, Dzawil Arham tidak dapat warisan sama sekali walaupun ahli waris lain yakni Ashabul Furud dan Ashabul Asabah tidak ada. Ini pendapat sebagian Sahabat seperti Zaid bin Tsabit dan Said bin Jubair serta madzhab Maliki dan Syafi'i apabila ada Baitul Mal yang mengatur.[4]


BIBLIOGRAFI:
[1] uchialsanusi.mywapblog.com/ilmu-faraidh-aul-dan-rad.xhtml 
[2] pembagian-waris.blogspot.com/2009/10/masalah-al-aul-dan-ar-radd.html
[3] Dengan dalil QS Al-Anfal ayat 75 dan hadits dari Aisyah riwayat Tirmidzi: الخال وارث من لا وارث له. Dan hadits riwayat Imam Malik dalam Muwatta': كان عمر بن الخطاب رضي الله عنه يقول: "عجباً للعمة تورث ولا ترث
[4] Alasan Zaid bin Tsabit karena ahli waris sudah jelas disebut dalam Al-Quran dan Dzawil Arham tidak termasuk di dalamnya.
- Minhajut Talibin Imam Nawawi dalam كتاب الفرائض
الفرائض ميراث أصحاب الفروض والعصبة
- Kitab Fathul Qorib oleh Al-Ghazi dalam كتاب أحكام الفرائض والوصايا


SHARE !

Popular Posts

.

.
hadist, panduan, pegangan, amalan

*** Promote Your Business to Worldwide ***