Pengadilan AS Kuatkan Bukti Bedak Johnson & Johnson Picu Kanker
Pengadilan St. Louis memenangkan gugatan seorang perempuan yang terkena kanker ovarium.
Bedak Johnson & Johnson (Youtube/JOHNSON'S Baby Philippines)
Produsen raksasa perlengkapan bayi asal Amerika Serikat, Johnson & Johnson (&J), diwajibkan membayar US$72 juta atau sekitar Rp967,8 miliar kepada keluarga salah satu konsumennya, Jacqueline Fox. Wanita itu menggugat Johnson & Johnson ke pengadilan karena dia terkena kanker ovarium setelah 35 tahun menggunakan produk bedak dan cairan pembersih kewanitaan produksi Johnson & Johnson.
Wanita asal Birmingham, Alabama itu akhirnya meninggal dunia pada Oktober 2015 dan gugatan tersebut dilanjutkan oleh anak laki-lakinya, demikian dikutip dari laman Guardian, 24 Februari 2016. Perjuangan perempuan itu dan keluarganya berujung kemenangan setelah juri di pengadilan sirkuit St. Louis, Missouri, memerintahkan Johnson & Johnson membayar US$10 juta untuk kerugian aktual dan US$62 juta untuk ganti rugi.
Marvin Salter mengatakan, ibu asuhnya meninggal setelah dua tahun lebih didiagnosis kanker ovarium. "Dia sudah terbiasa menggunakan bedak, seperti Anda menggosok gigi saja," kata dia.
Dikutip dari laman NBCNews, pengacara keluarga Fox menilai, Johnson & Johnson sudah tahu risiko kesehatan dari produk-produknya sejak tahun 1980-an. "Tapi, mereka berbohong kepada publik dan mereka juga berbohong kepada badan regulasi," kata Jere Beasley.vSebagai bukti di pengadilan, pengacara keluarga Fox melampirkan internal memo dari konsultan medis Johnson & Johnson bertanggal September 1997.
Dikutip dari laman Telegraph, salah satu juri di pengadilan mengatakan bahwa perusahaan berbasis di New Jersey itu dinilai gagal memperingatkan konsumen mengenai potensi bahaya dari produk-produk mereka.
Sementara itu, Johnson & Johnson tengah menimbang untuk mengambil langkah hukum lanjutan atas putusan pengadilan tersebut. Juru bicara perusahaan itu, Carol Goodrich mengaku kecewa dengan vonis tersebut.
Dia menilai vonis itu bertentangan dengan hasil penelitian yang membuktikan keamanan produk mereka. Dia juga mengutip hasil penelitian dari US Food and Drug Administration dan National Cancer Institute untuk mengklaim keamanan semua produk Johnson & Johnson.
Sejauh ini, Johnson & Johnson sedang menghadapi sekitar 1.200 gugatan serupa di AS, yakni mengenai dugaan kandungan berbahaya pada setiap produk yang mereka produksi, termasuk sampo bayi Johnson’s No More Tears.
Pada Mei 2009, sebuah koalisi yang menamakan diri mereka Campaign for Safe Cosmetics mendesak Johnson & Johnson menghilangkan bahan produk yang sempat menjadi kontroversi dan diduga berbahaya. Setelah tiga tahun menghadapi bombardir petisi dan publisitas yang negatif, perusahaan itu akhirnya tidak lagi menggunakan 1,4-dioxane dan formaldehyde pada tahun 2012. Kedua bahan itu diduga bersifat karsinogen atau memicu kanker.
Gara-gara ribuan gugatan dan aksi protes itu, Johnson & Johnson kesulitan dalam mendongkrak penjualan dalam beberapa tahun terakhir ini.
SHARE !!!
Money.id