MENUNDA KEMATIAN DENGAN BERSEDEKAH
Hanya Allah sajalah yang mengetahui kematian seseorang.
Kisah ini terjadi pada jaman Nabi Ibrahim as, Beliau mempunyai seorang murid yang akan segera menikah. Tapi sebelum pemuda ini menikah , Nabi Ibrahim as ditemui oleh malaikat yang memberitahukan bahwa usia pemuda itu tidak sampai sehari lagi.
Bagaimana kisahnya, yuk kita simak bersama ...
Nabi Ibrahim as
Suatu hari Nabi Ibrahim as didatangi oleh salah satu muridnya, dan ia menceritakan bahwa ia akan segera menikah besok pagi. Setelah berbincang sejenak, anak muda tersebut meninggalkan Nabi Ibrahim as. Beberapa saat kemudian, Malaikat Maut mendatangi Nabi Ibrahim dan bertanya,
"Siapa anak muda yang tadi mendatangimu wahai Ibrahim?" tanya Malaikat Maut.
"Yang anak muda tadi adalah sahabat sekaligus muridku," jawab Nabi Ibrahim as.
"Ada apa dia datang menemuimu?" tanya Malaikat Maut lagi.
"Dia menyampaikan bahwa dia akan melangsungkan pernikahan besok pagi," jawab Nabi Ibrahim as.
"Wahai Ibrahim, sayang sekali umur anak itu tidak akan sampai besok pagi," jelas Malaikat Maut.
Setelah berkata demikian, Malaikat Maut pergi meninggalkan Nabi Ibrahim.
Keesokan harinya Nabi Ibrahim as berjalan menuju rumah pemuda tersebut, dan alangkah terkejutnya Nabi Ibrahim melihat pemuda itu masih dalam keadaan hidup.
Dan pemuda itu akhirnya melangsungkan pernikahan dengan lancar. Nabi Ibrahim turut bahagia melihat muridnya menikah.
Pemuda tersebut Masih Hidup Hingga Umur 70 Tahun.
Walau senang, terbesit rasa sedih, rasa kasihan karena Nabi Ibrahim tahu bahwa kebahagiaannya tak akan lama. Namun apa yang terjadi berkata lain.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun, Nabi Ibrahim as malah melihat anak muda ini panjang umurnya, hingga usia anak muda ini 70 tahun.
Nabi Ibrahim merasa penasaran, dan tak lama kemudian malaikat datang menemuinya.
Langsung saja Nabi Ibrahim menanyakan tentang keganjilan itu, karena Malaikat tidak pernah akan berbohong.
"Apa gerangan yang membuat Allah SWT menahan tanganmu untuk tidak mencabut nyawa anak muda itu dulu?" tanya Nabi Ibrahim.
"Wahai Ibrahim, di malam menjelang pernikahannya, anak muda tersebut menyedekahkan separuh dari kekayaannya. Dan ini yang membuat Allah memutuskan untuk memanjangkan umur anak muda tersebut hingga engkau masih melihatnya hidup hingga sekarang," jelas Malaikat.
Kematian adalah di tangan Allah .. Memajukan atau memundurkan kematian adalah hak Allah semata ..
Diriwayatkan dari sahabat Amr bin Auf, Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya sedekah seorang Muslim dapat menambah umurnya, dapat mencegah kematian yang su’ul khotimah, Allah akan menghilangkan sifat sombong, kefakiran, dan sifat berbangga diri darinya.” (HR. Thabrani).
________________________________________________________________________________
‘Mengapa Engkau Kelihatan Gelisah?’
MUHAMMAD al-Munqadir terkenal akan kehidupan membujangnya yang sangat lama. Bukan apa-apa, ia sangat miskin. Ia tidak memiliki harta untuk membayar mahar pernikahannya. Bayangkan, ia hanya memiliki pakaian yang melekat di badannya dan sebuah tempat tidur yang usang. Tetapi, ia ridho dan menjalaninya sebagai ujian dari Allah swt. “Terima kasih, ya Allah. Aku masih selalu diberi kesehatan yang membuatku bisa terus bermunajat kepadaMu,” doa al-Munqadir disuatu hari.
Hamba Allah yang masih mempunyai kekerabatan dengan Abu Bakar as-Shidiq ini adalah orang yang sangat dekat dengan Allah swt. Tapi, tampaknya tak seorang pun yang tahu bagaimana gerangan kedekatan lelaki tersebut.
Suatu hari, karena kelaparan yang sangat, ia datang ke rumah Aisyah binti Abu Bakar. Ia berharap Aisyah dapat memberinya sedikit makanan untuk mengganjal perutnya yang sudah meronta ronta.
Namun, alangkah sedihnya beliau ketika Aisyah mengatakan bahwa ia pun tidak memiliki apa-apa untuk diberikan. “Wahai Muhammad, aku pun hidup dalam kekurangan. Andaikata aku mempunyai uang 10.000 dinar sekarang, niscaya akan aku berikan kepadamu,” ujar Aisyah.
Dengan lunglai Muhammad al-Munqadir pun pergi. Ia mafhum bahwa Aisyah pun hidup tidak lebih senang daripadanya. Atas takdir Allah swt, tiba-tiba datang utusan Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan kepada Aisyah. Ia membawa 10.000 dinar titipan khalifah dan menyerahkannya kepada Aisyah sebagai hadiah. Aisyah terus terang merasa takjub atas hal ini. “Alhamdulillah, alangkah cepatnya apa yang aku angan-angankan. Ini sudah dikabulkan Allah.”
Sebagaiman ayang ia ucapkan tadi, Aisyah segera mengutus orang untuk mencari Muhammad al-Munqadir. Alangkah gembiranya Muhammad al-Munqadir ketika mendapat uang sebanyak itu. Tidak hanya cukup untuk mengganjal rasa laparnya, di kemudian hari, ia menggunakan uang pemberian Aisyah ini untuk menikahi seorang budak wanita yang dibelinya. Maka, berakhirlah kehidupan membujangnya yang cukup lama.
Oleh Allah swt mereka dikaruniai tiga orang anak laki-laki. Ketiganya diberi nama Muhammad, Abu Bakar, dan Umar. Waktu pun berlalu, ketiga anak lelaki itu tumbuh menjadi pemuda-pemuda yang sangat gagah berani dan tidak berbeda dengan ayahnya.
Pada suatu malam, Muhammad al-Munqadir mengurung dirinya di dalam bilik sendirian. Tidak ada yang tahu apa gerangan yang dia lakukan saat itu. Keluarganya telah terbiasa melihat Muhammad seperti itu. Mereka mengira paling Muhammad menyendiri untuk beribadah, mendekatkan diri kepada Allah swt.
Setelah beberapa lama, terdengar suara menangis dan meraung sangat kuat dari dalam bilik itu. Tentu suara Muhammad al-Munqadir. Tetapi kenapa, dan apa yang menyebabkannya? Muhammad menangis sangat keras dan tanpa henti sehingga keluarganya merasa cemas. Akhirnya mereka memberanikan diri untuk mengetuk pintu. Ketika masuk, tidak ada siapa-siapa lagi selain Muhammad al-Munqadir.
Mereka bertanya kepadanya mengapa dia menangis. Tetapi, tidak ada jawaban. Malah tangisannya bertambah kuat sehingga mereka menyangka dia sedang mendapat suatu musibah. Akhirnya mereka memanggil seorang sahabat yang bernama Abu Hazim.
Setelah mendapat izin, maka Abu Hazim masuk dan bertanya, “Wahai Muhammad, apa yang menyebabkan engkau menangis?”
Alih-alih menjawab, tangis Muhammad semakin menjadi-jadi, walau suaranya sudah tidak terlalu keras.
Abu Hazim sampai harus berkali-kali menanyainya dan berusaha menyabarkan dirinya sendiri.
Akhirnya, mau juga Muhammad al-Munqadir menjawab, “Aku menangis karena takut setelah membaca ayat al-Qur`an yang berbunyi, ‘Dan telah nyata kepada mereka azab yang mereka tidak pernah pikirkan.’”
Mendengar hal itu, Abu Hazim ikut menangis bersamanya sehingga mereka yang menunggu di luar menegur Abu Hazim mengapa pula dia yang menangis, padahal dia dipanggil untuk menentramkan hati Muhammad al-Munqadir. Abu Hazim memberitahu mereka tentang sesuatu yang menyebabkan mereka menangis.
Menurut anaknya beberapa tahun setelah itu, setiap kali membaca ayat-ayat Al-Quran, Muhammad al-Munqadir semakin sering menangis hingga kedua matanya buta. Menjelang hari kematiannya, wajah Muhammad al-Munqadir tampak gelisah. Ketika ditanya, “ Mengapa kamu kelihatan gelisah ? ”
Sekali lagi jawabannya tetap sama, “Aku takut pada ayat Al-Quran yang bunyinya, ‘Dan telah nyata kepada mereka azab yang tidak pernah mereka pikirkan.’” Sambungnya lagi, “aku takut siksaan Allah yang tidak pernah aku perkirakan sebelumnya.”
Ketika ajalnya sudah hampir tiba, Muhammad al-Munqadir kelihatan tenang sehingga sahabatnya melihat wajah Muhammad ketika itu bersinar seperti bulan purnama. Muhammad al-Munqadir sempat berkata kepada para hadirin dengan suara yang tersekat-sekat,
“Andai engkau dapat melihat tempatku seperti yang aku lihat sekarang, niscaya kamu akan senang dan tersenyum.”
Kemudian dia pun menghembuskan nafasnya yang terakhir pada tahun 131 Hijriah.
[sumber: diambil dari buku Peri Hidup Rasul & Para Sahabat Karya Saad Saefullah Penerbit Islampos]
____________________________________________________________________________
KISAH ANAK TUNA NETRA PENGHAFAL QURAN
Mata adalah jendela dunia. Tanpanya, hidup terasa tak sempurna. Sedih dan mengeluh itu pasti terjadi pada sebagian manusia yang kehilangan penglihatannya. Tapi tidak dengan anak kecil tunanetra dari Mesir ini. Ia adalah salah satu hamba Allah yang ikhlash atas ketetapanNya.
Penyiar TV Arab Saudi Al-Wathan mewancarai anak istimewa ini. Seorang anak laki-laki tunanetra penghafal Al-Quran dari Mesir yang berusia 11 tahun.
Dalam wawancara itu penyiar TV Al-Wathan menanyakannya perihal bagaimana ia belajar Al-Quran dan kebutaannya.
Semangatnya untuk menghafal ayat-ayat Allah yang mulia membuat langkah kakinya ringan untuk pergi ke tempat gurunya.
“Saya yang datang ke tempat syaikh,” katanya.
“Berapa kali dalam sepekan?” tanya penyiar TV.
“Tiga hari dalam sepekan,” jawabnya.
Jawaban anak ini kian membuat terkejut ketika anak ini memberitahu penyiar bahwa Syaikh yang mengajarinya Al-Quran hanya mengajarinya satu ayat per hari.“Pada awalnya hanya satu hari dalam sepekan. Lalu saya mendesak beliau dengan sangat agar ditambah harinya, sehingga menjadi dua hari dalam sepekan. Syaikh saya sangat ketat dalam mengajar. Beliau hanya mengajarkan satu ayat saja setiap hari,” ujarnya.
“Satu ayat saja?” respon penyiar terkejut, takjub dengan semangat baja anak ini.
Dalam tiga hari itu ia khususkan untuk belajar ayat-ayat suci Al-Quran, hingga ia tidak bermain dengan kawan-kawan sebayanya.
Sang penyira tersenyum dan menempuk paha anak itu tanda kagum, yang disambut senyum ceria oleh anak ini.
Yang lebih mengagumkan adalah pernyataannya tentang kebutaannya. Ia tidak berdoa kepada Allah agar Allah mengembalikan penghilahatannya, rahmat Allah yang ia harapkan.
“Dalam shalatku, aku tidak meminta kepada Allah agar Allah mengembalikan penglihatanku,” katanya.
Mendengar jawaban anak ini sang penyiar semakin terkejut.
“Engkau tidak ingin Allah mengembalikan penglihatanmu? Kenapa?” tanyanya heran.
Dengan wajah meyakinkan, anak itu memaparkan alasannya. Bukan ia tak yakin pada Allah, bukan. Namun ia menginginkan yang lebih indah dari penglihatan.“ Semoga menjadi keselamatan bagiku pada hari pembalasan (kiamat), sehingga Allah meringankan perhitungan (hisab) pada hari tersebut. Allah akan menanyakan nikmat penglihatan, apa yang telah engkau lakukan dengan penglihatanmu? Saya tidak malu dengan cacat yang saya alami. Saya hanya berdoa semoga Allah meringankan perhitungan-Nya untuk saya pada hari kiamat kelak,” paparnya dengan tegas.
Mendengar kalimat mulia anak ini, semua diam. Penyiar TV nampak berkaca-kaca dan air matanya menetes. Para pemirsa di stasiun TV serta kru TV tersebut juga tak tahan menitikkan air mata.
“Pada saat ini, saya teringat banyak kaum muslimin yang mampu melihat namun bermalas-malasan dalam menghafal kitab Allah, Al-Quran. Ya Allah, bagaimana alasan mereka besok (di hadapan-Mu)? ” kata penyiar.
“Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan,” kata penghafal Quran muda ini.
Subhanallah, indahnya dunia tak membuatnya lupa akan Rabbnya dan hari pembalasan.
Ia juga mengatakan bahwa ia terinspirasi dari kaidah Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah (rahimahullah).
“Kaidah imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah yang berbunyi ‘Allah tidak menutup atas hamba-Nya satu pintu dengan hikmah, kecuali Allah akan membukakan baginya dua pintu dengan rahmat-Nya,’” katanya.
Kehilangan penghlihatan sejak kecil, tidak membuat ia mengeluh kepada Sang Pencipta. Ia tak iri pada orang lain apalagi kufur nikmat. Ikhlash menerima takdirNya.
“Segala puji Allah, saya tidak iri kepada kawan-kawan meski sejak kecil saya sudah tidak bisa melihat. Ini semua adalah qadha’ dan qadar Allah,” katanya.
“Kita berdoa kepada Allah semoga menjadikan kita sebagai penghuni surga Al-Firdaus yang tertinggi,” kata anak istimewa ini.
Matanya yang buta, tak membuat hatinya buta dalam mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan. Subhanallah.
Dalam sebuah hadits Qudsi Nabi (shallallahu ‘alaihi wa salam) bersabda:
Allah berfirman:
“Jika Aku menguji hamba-Ku dengan menghilangkan penglihatan kedua matanya lalu ia bersabar, niscaya Aku akan menggantikan penglihatan kedua matanya dengan surga.”