GUIDE TO ISLAM Qur'an Hadith

GUIDE TO ISLAM Qur'an Hadith

TRANSLATE THIS PAGE

EnglishFrenchGermanSpainItalianDutchRussianPortugueseJapaneseKoreanArabicChinese Simplified

Tampilkan postingan dengan label Sunah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sunah. Tampilkan semua postingan

Dzikir - Amalan dengan Ruas Jari Tangan


Dzikir adalah ibadah yang utama. Dalam sebuah riwayat disebutkan, perbandingan orang yang berdzikir dengan orang yang tidak berdzikir seperti orang yang hidup dengan orang yang mati. Kebutuhan manusia terhadap dzikir tak ubahnya kebutuhan ikan terhadap air.
Disebutkan secara hasan dalam Sunan Abu Dawud dan Sunan at-Tirmidzi, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberitahukan kepada seorang shahabiyah yang ikut hijrah ke Madinah agar menghitung dzikir dengan menggunakan ruas jari tangan.
Apakah hikmah di balik perintah ini?
امرهن ان يراعين بالتكبيروالتقديس والتهليل وان يعقدن بالانامل، فانهن مسؤولات مستنطقات
Anna an-nabiyya amara hunna an-yura’iina bi at-takbiiri wa at-taqdiisi wa at-tahliili, wa an-ya’qidna bil anaamili, fa innahunna mas-uulaatun mustanthiqaatun.
Nabi memerintahkan kaum wanita agar selalu membiasakan amalan dengan membaca takbir, taqdis, dan tahlil. Semua itu agar dihitung dengan ruas jari-jari tangannya. Karena di Hari Kiamat kelak, ruas-ruas jari tangan tersebut akan dimintai keterangan dan dituntut untuk berbicara.

Riwayat menghitung dzikir dengan ruas tangan ini juga diperkuat dengan satu riwayat yang tersebut dalam Sunan at-Tirmidzi, Sunan Abu dawud, Sunan an-Nasa’isecara shahih dari ‘Abdullah bin ‘Umar,
رايت رسول الله صلى الله عليه وسلم يعقدالتسبيح. و في رواية: بيمينه
Ra-aitu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ya’qidu at-tasbih. Wa fi riwayatin: biyamiinihi.
“Aku,” kata ‘Abdullah bin ‘Umar, “telah melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menghitung-hitung bacaan tasbihnya.” Di dalam riwayat dari jalur lain juga disebutkan, “(Rasulullah menghitung bacaan dzikir) dengan jari tangan kanannya.”
Inilah hikmah agungnya. Apalagi terkait penggunaan biji tasbih, para ulama’ berbeda pendapat. Sebagian membolehkannya, sebagian lainnya tidak menganjurkan bahkan menganggapnya sebagai amalan bid’ah.
Sedangkan menggunakan ruas jari tangan, maka amalan ini langsung direkomendasikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melalui riwayat dari ‘Abdullah bin ‘Umar yang termaktub dalam tiga kitab Sunan yang utama dalam Islam.
Kelak, jari-jemari itulah yang akan bersaksi di hadapan Allah Ta’ala di Hari Kiamat. Bahwa ruas jari-jari tersebut digunakan untuk berdzikir menyebut-nyebut nama Allah Ta’ala.

bersamadakwah.net





Shalat Sunnah Tahiyyatul Masjid - Tata Cara



TENTU bagi umat muslim yang sering mengunjungi masjid (Baitullah), melaksanakan shalat sunnah satu ini tidaklah aneh. Shalat sunnah yang dianjurkan sebagai tanda penghormatan muslim terhadap rumah Allah (Baitullah).
Shalat sunnah ini disebut dengan shalat sunnah tahiyyatul masjid, yang berasal dari kata tahiyyat yang berarti penghormatan dan masjid dalam arti sempit sebagai sebuah tempat melaksanakan shalat. Shalat sunnah ini dilaksanakan sesaat setelah memasuki masjid dan ada baiknya dilaksanakan sebelum duduk di dalam masjid.
Tujuan dari pelaksanaan shalat dua rakaat ini adalah untuk menghormati masjid. Karena masjid memiliki kehormatan dan kedudukan mulia yang harus dijaga oleh orang yang memasukinya, yaitu dengan tidak duduk sehingga melaksanakan shalat sunnah tahiyyatul masjid.

Dari Abu Qatadah, Rasulullah saw. bersabda: “Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, maka hendaklah dia shalat dua rakaat sebelum dia duduk.” (HR. Bukhori dan Muslim).

Jabir bin Abdullah berkata: “Sulaik al-Ghathafani datang pada hari Jum’at, sementara Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sedang berkhutbah di atas mimbar. Sulaik pun duduk padahal ia belum melaksanakan shalat. Maka Nabi bertanya kepadanya: “Apakah kamu sudah melakukan shalat dua rakaat? Dia menjawab: ‘’Belum.” Nabi shalallahu ‘alaihiwasallam bersabda: “Berdirilah dan shalatlah dua rakaat.” (HR. Bukhori dan Muslim).
Dalam dua hadits diatas dijelaskan bahwa shalat sunnah tahiyyatul masjid tetap dilaksanakan sekalipun khatib sedang menyampaikan khutbah di hari jum’at. Dan shalat sunnah tahiyyatul masjid tetap dilakukan sekalipun sudah duduk karena lupa atau tidak tahu atau karena sengaja dan belum lama waktunya menurut pendapat yang rajih dalam masalah ini.
Berikut ini cara melaksanakan shalat sunnah tahiyyatul masjid:
  1. Berniat shalat sunnah tahiyyatul masjid.
  2. Takbiratul ihram.
  3. Shalat dua rakaat seperti halnya shalat sunnah rawatib.
  4. Dilaksanakan secara munfarid (sendiri).
Adapun pelaksanaannya setiap saat memasuki masjid, baik melaksanakan shalat fardhu ataupun ketika akan beri’tikaf. Berbeda halnya jika akan melaksanakan shalat ‘Idain di lapangan luas. Tidak disunnahkan melaksanakan shalat sunnah tahiyyatul masjid, karena pelaksanaan shalat ‘Idain ini dilaksanakan di lapangan luas bukan di masjid. 
[hf/islampos/bimbie/awabin]



Amalan Membuka Pintu REZEKI di pagi hari

Ada banyak amal yang memiliki keutamaan mengundang rezeki. Sebagian amal-amal itu bisa dilakukan di banyak waktu, ada pula yang hanya bisa dilakukan di pagi hari. Apa saja?

PENTING! Buka Pintu REZEKI Anda Pagi hari dengan Empat Hal ini

Berikut ini empat amalan pagi pengundang rezeki.

1. Shalat Tahajud

Shalat tahajud bisa dilakukan di seluruh bagian malam; baik tengah malam maupun sepertiga malam yang terakhir, dengan syarat sudah tidur terlebih dahulu. Namun yang lebih utama dan lebih berefek mengundang rezeki adalah shalat tahajud yang dilakukan di sepertiga malam yang terakhir. Jadi, tahajud juga menjadi sarana bangun pagi.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Ketika kalian tidur, syetan membuat tiga ikatan di tengkuk kalian. Di setiap ikatan setan akan mengatakan, “Malam masih panjang, tidurlah!” Jika ia bangun lalu berdzikir pada Allah, lepaslah satu ikatan. Kemudian jika ia berwudhu, lepas lagi satu ikatan berikutnya. Kemudian jika ia mengerjakan shalat, lepaslah ikatan terakhir. Di pagi hari dia akan bersemangat dan bergembira. Jika tidak melakukan seperti ini, jiwanya jadi kotor dan malas.” (HR. Al Bukhari)

Nah, seperti hadits tersebut, seseorang yang bangun pagi, berwudhu lalu shalat tahajud, paginya ia menjadi bersemangat dan bergembira. Seseorang yang bersemangat dan bergembira, akan berpengaruh pada peningkatan kreatifitas dan motivasi kerja yang secara ilmiah dibuktikan dengan sejumlah penelitian berbanding lurus dengan kinerja.

Prof. Dr. K.H. Didin Hafiduddin, M.Sc membuktikan, salah satu keajaiban shalat tahajud adalah Allah melapangkan rezekinya. “Kita harus yakin bahwa Allah SWT akan mempermudah hamba-hamba-Nya yang selalu ingin dekat dengan-Nya,” tegas beliau seperti dikutip dalam buku 10 Kesaksian Pengamal Tahajud.

2 . Doa di Pagi Hari

Setelah shalat tahajud, seorang muslim perlu memanfaatkan waktu sepertiga malam tersebut untuk berdoa. Doa adalah senjata orang beriman. Apalagi doa di sepertiga malam yang terakhir, insya Allah lebih mustajabah. Lebih didengar dan dikabulkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Doa ini lebih bagus lagi jika menjadi satu paket dengan shalat tahajud. Jadi setelah tahajud kemudian berdoa. Berdoa apa saja, asalkan baik, insya Allah dikabulkan oleh Allah. Berdoa memohon ampunan, berdoa memohon akhirat, dan boleh juga berdoa meminta dunia untuk sarana akhirat; termasuk rezeki.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala turun setiap malam ke langit dunia hingga tersisa sepertiga malam terakhir, lalu Dia berkata: ‘Siapa yang berdoa kepada-Ku, aku akan memperkenankan doanya. Siapa yang meminta pada-Ku, pasti akan Kuberi. Dan siapa yang meminta ampun pada-Ku, pasti akan Kuampuni’.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

3. Sedekah Pagi

Sedekah bisa dilakukan kapan saja dan salah satu keutamaannya adalah dilipatgandakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun, sedekah di waktu pagi lebih istimewa lagi. Sebab setiap pagi ada malaikat yang mendoakan orang yang bersedekah dan orang yang pelit.

“Tidaklah berlalu pagi di setiap hari kecuali ada dua malaikat yang turun dan berdoa, “Ya Allah berikanlah ganti pada yang berinfak” Sedangkan malaikat yang satunya berdoa, “Ya Allah, berikanlah kebangkrutan bagi yang enggan bersedekah” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Doa manusia kadang ada yang tertolak tersebab dosa dan kemaksiatan yang dilakukan. Namun malaikat? Mereka tidak pernah melakukan dosa dan kemaksiatan sehingga doa malaikat insya Allah selalu dikabulkan Allah. Jadi, bersedekahlah di waktu pagi, malaikat akan mendoakan ganti dan dengan demikian insya Allah terundanglah rezeki.

Sedekah pagi ini menjadi amalan yang banyak diamalkan para sahabat, terutama Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Pernah Rasulullah setelah shalat Subuh bertanya kepada para sahabatnya siapa yang telah melakukan shalar tahajud, bersedekah, dan lain-lain. Ternyata Abu Bakar terus mengacungkan tangan sebagai tanda bahwa beliau telah melaksanakan amal-amal itu.

4. Shalat Dhuha

Shalat dhuha adalah salah satu amalan pagi yang bisa mengundang rezeki. Waktu shalat dhuha dimulai sejak matahari sepenggelahan naik (kira-kira satu tombak) hingga menjelang ke tengah di atas kepala (kira-kira 15 menit sebelum Dzuhur).

Shalat dhuha bisa dikerjakan dua raka’at hinga delapan raka’at. Bahkan ada pula yang mengatakan hingga 12 raka’at. Dua raka’at shalat dhuha senilai dengan 360 sedekah sebagai hak persendian dan siapa yang menjalankan empat rakaat shalat dhuha niscaya Alah menjamin rezekinya.

“Di dalam tubuh manusia terdapat 360 sendi, yang seluruhnya harus dikeluarkan sedekahnya.” Mereka (para sahabat) bertanya, “Siapakah yang mampu melakukan itu wahai Nabiyullah?” Beliau menjawab, “Engkau membersihkan dahak yang ada di dalam masjid adalah sedekah, engkau menyingkirkan sesuatu yang mengganggu dari jalan adalah sedekah. Maka jika engkau tidak menemukannya (sedekah sebanyak itu), maka dua raka’at Dhuha sudah mencukupimu.” (HR. Abu Dawud)

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Wahai anak Adam, janganlah engkau luput dari empat rakaat di awal harimu, niscaya Aku cukupkan untukmu di sepanjang hari itu.” (HR. Ahmad)

Demikian 4 amalan pagi pengundang rezeki. Tentu masih ada amalan-amalan lain yang tergolong di dalamnya, baik yang bisa dilakukan di waktu pagi maupun waktu-waktu lainnya. Wallahu a’lam bish shawab.

Sumber : http://bee-top.blogspot.co.id/2015/09/inilah-empat-amalan-pagi-pengundang-rezeki.html


Penjelasan Hukumnya Merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW



Sabtu (3/1/2015) diperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Di Indonesia, memang diperingati tiap tanggal 12 Rabiul Awal (penanggalan Hijriah). Bagi sebagian umat Islam (Muslim) di Indonesia, peringatan Maulid atau hari lahirnya Nabi Muhammad SAW saja tak cukup. Guna melengkapinya, dilakukan perayaan meriah, seperti merayakan ulang tahun umatnya. Perayaan Maulid pun sudah menjadi tradisi.
Nah, terkait dengan perayaan itu, ada dua pendapat. Ada yang menyatakan boleh dan ada pula menyatakan bid'ah (perbuatan yang dikerjakan tidak menurut contoh yang sudah ditetapkan, termasuk menambah atau mengurangi ketetapan). Pihak yang menyatakan boleh beralasan bahwa perayaan Maulid sebagai ekspresi kegembiraan atas kelahiran dan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Pihak yang menyatakan bid'ah beralasan perayaan itu tak memiliki landasan kuat dan tergolong perbuatan baru. Nabi pun tak pernah merayakan ulang tahunnya.
Direktur Pusat Studi Quran, Prof Muhammad Quraish Shihab menjelaskan hukum merayakan Maulid (merayakan ulang tahun Nabi Muhammad SAW) dan tahlil. Mantan Menteri Agama ini juga menjelaskan secara detil tentang bid'ah.
Penjelasan ini disampaikan melalui majalah Alhamudlillah it's Friday atau Alif Magz dan dikutip tribun-timur.comMajalah itu merupakan media internal Pusat Studi Quran.
Bid‘ah dari segi bahasa adalah sesuatu yang baru, belum ada yang sama sebelumnya. Tentu saja, dalam kehidupan ini banyak hal baru yang bukan saja bersifat material, melainkan juga immaterial dan bukan saja dalam adat kebiasaan, tetapi juga dalam praktik-praktik yang berkaitan dengan agama. Hal yang baru itu boleh jadi baik dan boleh jadi juga buruk. Jika demikian, pastilah ada bid‘ah yang baik dan buruk. Agama ada yang berkaitan dengan ibadah murni (mahdhah) dan ada juga yang bukan ibadah murni (ghair mahdhah). Bid‘ah dalam hal-hal yang bukan ibadah murni dapat dibenarkan selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar agama. Katakanlah penggunaan telepon dan teleks untuk menggantikan pertemuan langsung dan ucapan dalam ijab dan kabul pada transaksi perdagangan bahkan pernikahan.
Di sisi lain, banyak ulama yang menganalisis sebab-sebab Rasul saw. tidak mengerjakan sesuatu. Ada yang tidak beliau kerjakan karena sejak semula itu terlarang dan ada juga yang tidak beliau kerjakan karena ketika itu belum ada alasan atau dorongan mengerjakannya. Nah, bila kemudian ada alasan yang mendorong dan dapat dibenarkan, bid‘ah dalam hal ini dapat dibenarkan, seperti menulis dan membukukan al-Qur’an dalam satu mushaf pada masa Abû Bakar ra. Kita semua tahu bahwa pada masa Rasul saw., al-Qur’an belum dibukukan bukan saja karena ayat-ayat masih silih berganti turun selama hidup Rasul saw., melainkan juga karena kebutuhan untuk membukukannya belum dirasakan. Ini berbeda setelah beliau wafat. Ada lagi yang tidak dikerjakan Rasul saw. karena ketika itu ada dorongan atau sebab untuk tidak mengerjakan.
Shalat Tarawih berjamaah pada mulanya beliau lakukan di masjid dengan delapan rakaat dan banyak sahabat mengikutinya. Dari malam ke malam semakin banyak. Ketika itu, beliau khawatir jangan sampai ada yang menduga shalat itu wajib, maka beliau hentikan dan shalat di rumah sendirian. Ketika beliau wafat dan kekhawatiran telah sirna, Sayyidina ‘Umar menganjurkan shalat Tarawih dilaksanakan di masjid dan berjamaah dengan dua puluh rakaat plus witir. Sayyidina ‘Utsmân ra. juga melakukan apa yang tidak dilakukan Rasul saw. Ketika kota Madinah telah melebar dan penduduknya bertambah, pada hari Jumat, beliau azan dua kali padahal pada masa Nabi saw. hanya sekali.
Demikianlah bid‘ah—dalam ibadah pun—tidak semuanya terlarang jika dasar pokoknya ada. Memang, pada dasarnya, dalam hal ibadah murni, segalanya tidak boleh kecuali apa yang dikerjakan Rasul saw., sedangkan dalam soal muamalat, segalanya boleh kecuali yang dilarang. Akan tetapi, ulama pun menegaskan bahwa apa yang ditinggalkan Rasul saw. hendaknya dikaji mengapa ketika Nabi saw. hidup, beliau tidak mengerjakannya. Kalau memang suatu ibadah atau pekerjaan ada alasan untuk mengerjakannya dan diketahui bahwa Rasul saw. tidak mengerjakannya, karena enggan, kemudian ada sesudah beliau yang mengada-ada, itulah bid‘ah yang sesat. Itulah yang tidak diterima Allah swt. dan itu yang dimaksud dengan setiap bid‘ah dhalâlah (sesat) dan semua dhalâlah di neraka. Dalam konteks ini, ulama berbeda pendapat tentang tahlil, maulid, dan sebagainya.

Shalat Dhuha - Rahasia & Keutamaannya

RAHASIA dan keutamaan shalat Dhuha merupakan salah satu di antara shalat-shalat sunah yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Banyak sekali penjelasan hadits yang telah menyebutkan berbagai keutamaan dan keistimewaan shalat Dhuha bagi siapa saja yang melaksanakannya.
Berikut ini adalah beberapa hadits Rasulullah Muhammad saw yang menceritakan tentang keutamaan shalat Dhuha, di antaranya:
1. Sedekah bagi seluruh persendian tubuh manusia
Dari Abu Dzar al-Ghifari ra, ia berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: “Di setiap sendiri seorang dari kamu terdapat sedekah, setiap tasbih (ucapan subhanallah) adalah sedekah, setiap tahmid (ucapan alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahlil (ucapan lailahaillallah) adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah dari kemungkaran adalah sedekah. Dan dua rakaat Dhuha diberi pahala,” (HR Muslim).
2. Ghanimah (keuntungan) yang besar
Dari Abdullah bin `Amr bin `Ash radhiyallahu `anhuma, ia berkata:
Rasulullah saw mengirim sebuah pasukan perang.
Nabi saw berkata: “Perolehlah keuntungan (ghanimah) dan cepatlah kembali!”.
Mereka akhirnya saling berbicara tentang dekatnya tujuan (tempat) perang dan banyaknya ghanimah (keuntungan) yang akan diperoleh dan cepat kembali (karena dekat jaraknya).
Lalu Rasulullah saw berkata; “Maukah kalian aku tunjukkan kepada tujuan paling dekat dari mereka (musuh yang akan diperangi), paling banyak ghanimah (keuntungan) nya dan cepat kembalinya?”
Mereka menjawab; “Ya!”
Rasul SAW berkata lagi: “Barangsiapa yang berwudhu’, kemudian masuk ke dalam masjid untuk melakukan shalat Dhuha, dia lah yang paling dekat tujuanannya (tempat perangnya), lebih banyak ghanimahnya dan lebih cepat kembalinya,” (Shahih al-Targhib: 666)
3. Sebuah rumah di surga
Bagi yang rajin mengerjakan shalat Dhuha, maka ia akan dibangunkan sebuah rumah di dalam surga. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits Nabi Muahammad saw: “Barangsiapa yang shalat Dhuha sebanyak empat rakaat dan empat rakaat sebelumnya, maka ia akan dibangunkan sebuah rumah di surga,” (Shahih al-Jami`: 634)
4. Memperoleh ganjaran di sore hari
Dari Abu Darda’ ra, ia berkata bahwa Rasulullah SAW berkata: Allah ta`ala berkata: “Wahai anak Adam, shalatlah untuk-Ku empat rakaat dari awal hari, maka Aku akan mencukupi kebutuhanmu (ganjaran) pada sore harinya” (Shahih al-Jami: 4339).
5. Pahala Umrah
Dari Abu Umamah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang keluar dari rumahnya dalam keadaan bersuci untuk melaksanakan shalat wajib, maka pahalanya seperti seorang yang melaksanakan haji. Barang siapa yang keluar untuk melaksanakan shalat Dhuha, maka pahalanya seperti orang yang melaksanakan `umrah…” (Shahih al-Targhib: 673).
6. Ampunan Dosa
“Siapa pun yang melaksanakan shalat dhuha dengan langgeng, akan diampuni dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu sebanyak buih di lautan,” (HR Tirmidzi).
Untuk itu, yuk! Yang belum melaksanakan sholat duha. Mulai sekarang kita sama-sama belajar menjalankan sunah-sunah Rasulullah SAW.


SHARE

islampos


9 sunnah Nabi Sebagai Suami




PERKARA yang pertama dan utama dalam hidup seorang lelaki bernama suami adalah keluarga. Tidak ada gunanya dia sukses dalam karirnya namun rumah tangganya sendiri berantakan. Justru, Allah SWT sejak awal mengingatkan melalui firman-Nya yang agar seorang suami menyelamatkanlah diri dan keluarga dari api neraka!
Dan sebaik-baiknya seorang suami, siapa lagi kalau bukan Rasulullah Muhammad SAW? Mengapa Rasul demikian baiknya?
1. Kalau ada pakaian yang koyak, Rasulullah menisiknya sendiri tanpa perlu menyuruh isterinya. Beliau juga memerah susu kambing untuk keperluan keluarga maupun untuk dijual.
2. Setiap kali pulang ke rumah, bila dilihat tiada makanan yang sudah siap di masak untuk dimakan, sambil tersenyum baginda menyingsingkan lengan bajunya untuk membantu isterinya di dapur. ‘Aisyah menceritakan Kalau Nabi berada di rumah, beliau selalu membantu urusan rumah tangga.
3. Jika mendengar adzan, beliau cepat-cepat berangkat ke masjid, dan cepat-cepat pula kembali seusai shalat.
4. Pernah Nabi pulang pada waktu pagi. Tentulah beliau teramat lapar waktu itu. Tetapi dilihatnya tiada apa pun yang bisa dimakan untuk sarapan. Yang mentah pun tidak ada karena ‘Aisyah belum ke pasar. Maka Nabi bertanya, “Belum ada sarapan, ya Khumaira?” Aisyah menjawab dengan agak serba salah, “Belum ada apa-apa, wahai Rasulullah.” Rasulullah lantas berkata, ‘Jika begitu, aku puasa saja hari ini”, tanpa sedikit pun perasaan kesal di raut wajahnya.
5. Sebaliknya Rasul sangat marah tatkala melihat seorang suami sedang memukul isterinya. Rasulullah menegur, “Mengapa engkau memukul isterimu?” Lantas dijawab dengan agak gemetar, “Isteriku sangat keras kepala! Sudah diberi nasihat dia tetap begitu juga, jadi aku pukul dia.” “Aku tidak menanyakan alasanmu,” sahut Nabi SAW. “Aku menanyakan mengapa engkau memukul teman tidurmu dan ibu kepada anak-anakmu?”
6. Pernah ia bersabda, “Sebaik-baik lelaki adalah yang paling baik, kasih dan lemah lembut terhadap isterinya” Prihatin, sabar, dan rendah hati dalam menjadi ketua keluarga dan tidak sedikitpun hal itu menurunkan kedudukannya sebagai pemimpin umat.
7. Kecintaannya yang tinggi terhadap Allah SWT dan rasa kehambaan yang sudah melekat dalam diri Rasulullah SAW menolak sama sekali kesombongan.
8. Pintu surga telah terbuka seluas-luasnya untuknya, namun Rasul masih berdiri di waktu-waktu sepi malam hari, terus-menerus beribadah hinggak pernah beliau terjatuh lantaran kakinya sudah bengkak-bengkak.
9. Ketika kondisi fisiknya sudah tidak mampu menanggung kemauan jiwanya yang tinggi, ketika ditanya oleh ‘Aisyah, “Ya Rasulullah, bukankah engaku telah dijamin Syurga? Mengapa engkau masih bersusah payah begini?”Jawab Nabi dengan lunak, “Ya ‘Aisyah, apakah aku tak boleh menjadi hamba-Nya yang bersyukur ?” 

MEMAHAMI SUNNAH



MEMAHAMI SUNNAH


“Sungguh telah ada pada Rasulullah itu teladan yang baik bagi orang-orang yang mengharap ridha Allah dan kebahagiaan hari akhir serta dzikir kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya” 
(QS. 33: 21)

A. SUMBER SUNNAH
            Dalam rangka menjadikan Rasulullah sebagai uswah hasanah—sebagaimana diungkapkan dalam ayat di atas—setiap muslim harus memahami betul tentang sumbernya. Sunnah Nabi adalah sumber uswah hasanah. Ia dapat diketahui melalui beberapa hal, yaitu: (1) Perkataan (Qawliyah), (2) Perbuatan (Fi’liyah), (3) Persetujuan (Taqririyah), (4) Rencana (Hammiyah), dan (5) Penghindaran (Tarkiyah).

Sunnah memiliki beberapa nama antara lain: (1) Sunnah, yang berarti tradisi, contoh, kebiasaan, (2) Hadits,yang berarti perkataan, peristiwa, baru, (3) Khabar, yang berarti berita, (4) Atsar, yang berarti bekas.

Sumber sunnah yang pertama ialah qawliyah, yakni segala perkataan yang disabdakan Rasulullah SAW yang didengar oleh sahabatnya dan disebarluaskan kepada masyarakat. Dalam kitab-kitab hadits sunnahqawliyah ini ditandai dengan kata-kata seperti Qaala, yaquwlu, qawlu, sami’tu yaquwlu.
Sumber sunnah yang kedua ialah fi’liyah, yakni perbuatan Rasulullah SAW yang dilihat oleh sahabatnya dan diceritakan kepada kaum muslimin dari kalangan tabi’in, kemudian disebarluaskan kepada generasi berikutnya hingga sampai kepada para penyusun kitab hadits. Kalimat yang biasa digunakan untuk menjelaskan sunnah fi’liyah ini adalah kaana Rasulullah (adalah Rasulullah), Ra-aytu Rasulullah (saya melihat Rasulullah).
Sumber sunnah yang ketiga ialah taqririyah, yaitu perbuatan sahabat yang diketahui Rasulullah SAW dan beliau tidak melarangnya, kemudian peristiwanya diberitakan kepada kaum muslimin. Contoh sunnahtaqririyah ini adalah pelaksanaan shalat qiyamu Ramadhan.

Sumber sunnah yang keempat ialah  hammiyah, yaitu rencana Rasulullah SAW, tapi belum sempat dilaksanakan. Contohnya adalah sunnah melaksanakan shaum pada tanggal 10 Muharram.
Sumber sunnah yang kelima ialah tarkiyah, yaitu suatu perbuatan yang dimungkinkan untuk diperbuat Rasulullah SAW, dan beliau memerlukannya tapi beliau sendiri tidak melakukannya. Contohnya adalah Rasul menghindarkan diri dari menggunakan tenaga dalam (kesaktian yang bisa dipelajari) dalam peperangan, atau memanggil pasukan jin; beliau juga menghindarkan diri dari pengobatan-pengobatan supranatural, dlsb.

B. SUNNAH DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK
Ada sebuah pertanyaan yang mungkin muncul dalam benak kita, apakah segala perkataan, perbuatan, persetujuan, rencana, dan penghindaran itu wajib dijadikan uswah oleh kaum muslimin? Mari kita simak penjelasan berikut ini:

Sunnah ditinjau dari aspek Tasyri
Ditinjau dari aspek Tasyri, sunnah terbagi menjadi dua: (1) Sunnah Tasyri dan (2) Sunnah Ghair Tasyri.
Sunnah tasyri ialah segala perilaku Rasulullah yang berkaitan dengan hukum; sehingga menjadi syariat atau sumber nilai pokok setelah Al-Qur’an. Contoh sunnah Tasyri ialah segala perilaku yang disengaja Rasulullah SAW dalam shalat, ibadah haji, dan ibadah-ibadah yang lainnya. Jika perilaku itu tidak disengaja, maka tidak termasuk tasyri. Contoh: Jika pada suatu waktu Rasulullah bersin atau batuk dalam shalat, maka itu tidaklah termasuk syariah.
Sedangkan sunnah ghair tasyri ialah segala perilaku Rasulullah SAW yang tidak berkaitan dengan hukum atau syariah. Perilaku Rasulullah SAW tergolong kepada ghair tasyri apabila memenuhi kategori berikut ini:

1.   Perilaku itu berkaitan dengan tabiat manusiawi. Misalnya makanan yang biasa dimakan Rasulullah adalah kurma, roti, daging kambing dan daging unta. Itu semua adalah kebiasaan Rasulullah yang berkaitan dengan tabiat manusiawi, karenanya tidak menjadi sunnah tasyri.

2.   Perilaku itu terjadi tanpa ada kesengajaan, seperti bersin, batuk, berjalan, berdiri, duduk yang bukan dalam ibadah.

3.   Perilaku itu dikhususkan untuk Nabi. Contoh: shaum tanpa buka, nikah dengan wanita yang menghibbahkan diri tanpa mahar, beristri lebih dari empat.

Sunnah ditinjau dari aspek Ta’abbudi
Ditinjau dari aspek ta’abbudi (ibadah), sunnah Nabi terdiri dari dua: (1) Sunnah ta’abbudi dan (2) Sunnah ghair ta’abudi. Sunnah yang bersifat ta’abudi ialah perilaku Rasul yang bersifat ritual atau upacara ibadah. Contoh: Gerakan dan bacaan shalat, gerakan thawaf, praktek sa’i, do’a makan, do’a naik kendaraan, do’a masuk WC, do’a hubungan suami istri, mengqasar shalat sewaktu musaafir.
Sedangkan perilaku Rasul yang bersifat ghair ta’abbudi contohnya adalah frekuensi Rasul menggauli istrinya, mengganjal perut ketika lapar, melawan musuh dengan pedang, berkendaraan unta.

Sunnah ditinjau dari aspek frekuensinya
Perilaku Rasul itu ada yang dilakukan secara rutin dan ada pula yang sesekali saja, baik yang bersifat ta’abbudi maupun ghair ta’abbudi. Perilaku ta’abbudi yang rutin misalnya: shalat fardhu, shalat tahajud, shaum Ramadhan, shaum senin dan kamis. Sementara yang bersifat tidak rutin contohnya: ziarah qubur, shalat dhuha.

Sunnah ditinjau dari Amar dan Nahy
Sunnah terbagi dua, ada perintah (amar) dan ada larangan (nahy). Perintah pun terbagi dua, ada yang wajib dan ada pula yang bersifat anjuran. Perintah yang wajib misalnya perintah zakat, perintah taqwa, perintah iman, dll. Amar yang bersifat anjuran contohnya perintah qurban, perintah aqiqah, perintah sedekah.
Larangan juga terbagi dua, ada larangan keras yang menunjukkan haram dan ada yang menunjukkan larangan ringan. Nahy yang keras seperti larangan zina, larangan ghibah, lerangan khianat. Nahy ringan seperti larangan minum dan makan sambil berdiri.

Sunnah ditinjau dari aspek rinciannya
Perilaku Rasul yang termasuk sunnah itu terdiri dari yang mujmal (global) dan yang mufashal (rinci). Contoh: dalam berpakaian Rasul hanya menjelaskan aturan yang global, (1) Menutup aurat, (2) Indah, (3) Berbeda antara pakaian wanita dengan pakaian pria, (4) Tidak berlebihan. Adapun masalah yang indah itu seperti apa, modenya bagaimana, tidak berlebihan itu seperti apa, tidak dijelaskan secara rinci.

Sunnah ditinjau dari maknanya
 Ditinjau dari aspek maknanya, sunnah Nabi itu ada yang harus dicontoh tanpa penafsiran, tanpa analogi, tanpa tinjauan aqliyah; ada juga yang harus dikaji maknawinya. Sunnah yang harus dicontoh secara harfiyah tanpa takwil, memiliki syarat antara lain: (1) Termasuk sunnah tasyri, (2) Bersifat ta’abbudi, dan (3) Dijelaskan secara rinci.
Contoh: Dalam ibadah shalat terdapat hal-hal yang harus diikuti secara harfiyah misalnya adalah bagaimana Rasul melaksanakan shalat. Sedangkan mode pakaian dan tempat shalat, tidak mesti dicontoh secara langsung, melainkan maknanya saja.

Sunnah ditinjau dari ketetapan atau tidaknya
 Sunnah Rasulullah ada yang dilakukan secara tetap tanpa ada pilihan lain, dan ada pula yang memberikan alternatif untuk dipilih. Contoh: Dalam membagi waris tidak ada pilihan kecuali bagian laki-laki dua kali bagian anak perempuan. Hal semacam ini harus dilakukan dalam keadaan bagaimana pun, kapan pun, dan di mana pun. Kebiasaan dan adat tidak bisa mempengaruhi atau mengubahnya. Beda halnya dengan praktek pernikahan, Rasul tidak menetapkan ketentuan baku bagaimana proses pernikahan harus dimulai; boleh diawali lamaran dari pihak wanita, ada yang melalui lamaran calon mertua, ada yang diawali dari pihak laki-laki, dll.
C. PENDEKATAN MEMAHAMI SUNNAH YANG TAMPAK KONTRADIKSI
Kadang-kadang kita menemukan beberapa hadits yang nampaknya kontradiksi antara yang satu dengan yang lainnya. Sebetulnya bila dikaji lebih mendalam, yang nampak kontradiksi itu belum tentu benar-benar berlawanan. Oleh karena itu perlu ditempuh beberapa pendekatan.

Pendekatan Kompromi
Pendekatan kompromi (thariqatul jam’iy) ialah suatu pendekatan dalam mencari kesimpulan hukum dari dua atau beberapa sunnah yang terlihat secara lahiriah bertentangan, dengan cara mengkom-promikannya hingga tidak berlawanan.
Contoh: Dalam hadits riwayat empat ahli hadits disebutkan bahwa jika air melebihi dua kullah, tidak mungkin menjadi najis. Sedangkan dalam hadits yang diriwayatkan Abu daud, Tirmizi, dan Nasa’iy disebutkan bahwa air dapat menjadi najis oleh sesuatu yang bisa merubah rasa, atau bau, atau warnanya. Dalam hadits yang pertama tidak terdapat pengecualian, sedangkan hadits yang kedua menyatakan bahwa air yang berubah warna, bau atau rasa, tetap menjadi najis, apakah lebih dari dua kullah ataukah kurang. Jika dikompromikan, maka dapat disimpulkan  sebagai berikut: Air yang melebihi dua kullah tidak menjadi najis walau terkena najis, kecuali jika berubah warna, rasa, atau baunya. Dengan demikian kedua hadits tersebut tetap berlaku dan dijadikan dasar.

Pendekatan Nasikh wal Mansukh (yang menghapus dan yang dihapus)
Pendekatan ini berfungsi memilih hadits yang paling akhir di antara hadits yang isinya berlawanan satu sama lain. Untuk mengetahuinya tentu saja harus mempelajari tawarihul mutun atau sejarah disampaikannya hadits.
Suatu hadits itu nasikh dan mansukh diketahui dengan cara; ada penjelasan dari Rasul secara langsung, ada yang dijelaskan sahabat, ada yang ditemukan karena sejarah datangnya hadits, ada pula karena terdapat kata yang menunjukkan sebagai nasikh hadits yang sebelumnya.

1.   Hadits yang menjadi nasikh karena penjelasan dari Rasul
Contohnya hadits riwayat Muslim yang membolehkan berziarah kubur dan membolehkan menyimpan daging qurban melebihi tiga hari. Hadits tersebut merupakan nasikh dari hadit riwayat Muslim yang lain yang menyebutkan larangan menyimpan daging qurban lebih dari tiga hari.

2.   Hadits yang berlawanan dan terjadi nasikh mansukh karena ada penjelasan para sahabat
Contohnya: Ada hadits yang menyebutkan bahwa tidak wajib mandi kecuali keluar air mani. Sementara ada hadits lain yang menyebutkan bahwa wajib mandi karena jima’ walaupun tidak keluar mani. Hadits ini diperjelas oleh kata-kata sahabat yang menyebutkan bahwa tidak ada kewajiban mandi bagi yang jima’ tanpa keluar mani itu hanya merupakan rukhshah pada masa awal Islam, sedangkan masa berikutnya Nabi memerintahkan sahabat untuk mandi.
3.   Hadits yang berlawanan dan terjadi nasikh mansukh karena ditemukan yang mutakhir melalui sejarah
Contoh: Hadits riwayat Abu Daud menyebutkan bahwa membekam dan dibekam itu membatalkan shaum. Sedangkan dalam hadits lain riwayat Ibnu Abbas disebutkan bahwa Rasulullah pernah berbekam dalam keadaan shaum. Setelah diteliti melalui sejarah hadits, ternyata hadits yang pertama disabdakan Rasul pada tahun 8 Hijriyah dan hadits yang kedua terjadi pada 10 Hijriyah. Maka yang berlaku adalah hadits yang kedua.

Pendekatan Tarjih
Pendekatan yang digunakan dalam metode ini adalah dengan cara memilih mana hadits yang lebih kuat. Contoh: Dalam hadits riwayat Baihaqi diterangkan bahwa Rasulullah SAW membaca qunut di waktu shalat shubuh hingga beliau wafat.
Sedangkan menurut riwayat Abi Malik Al-Asyjaiy yang diriwayatkan Ibn Majah dan Nasa’i, Ahmad dan dishahihkan Tirmizi, Rasulullah SAW membaca qunut ketika rakaat terakhir itu di setiap shalat selama satu bulan. Kemudian turun QS. 3: 128, berikutnya Rasulullah tidak membaca qunut sama sekali, baik ketika shalat shubuh maupun shalat lainnya.
 Setelah diselidiki ternyata dalam hadits Baihaqi di atas ditemukan pembawa riwayat yang bernama Sa’id Al-Maqbari yang dianggap matruk (ditinggalkan ahli hadits) oleh Daruquthni. Maka dengan pendekatan tarjih hadits yang dijadikan dasar adalah hadits yang menerangkan bahwa qunut itu bukan shubuh saja, melainkan tiap waktu tatkala dalam keadaan darurat. 

Wallahu a’lam.   

SHARE !

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)

(sumber: harakatuna.wordpress.com )

Popular Posts

.

.
hadist, panduan, pegangan, amalan

*** Promote Your Business to Worldwide ***