GUIDE TO ISLAM Qur'an Hadith

GUIDE TO ISLAM Qur'an Hadith

TRANSLATE THIS PAGE

EnglishFrenchGermanSpainItalianDutchRussianPortugueseJapaneseKoreanArabicChinese Simplified

Tampilkan postingan dengan label Wudhu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wudhu. Tampilkan semua postingan

Batalkah Wudhu Jika Menyentuh Istri?

wudhu

ADA begitu banyak pendapat di antara ulama soal suami-istri. Misalnya saja soal wudhu. Apakah batal wudhu seorang suami ketika menyentuh istrinya, dan atau sebaliknya?
Para ulama fikih berselisih pendapat tentang masalah ini, ada berbagai pendapat yang cukup banyak. (Lihat al-Majmu’ 2:34 Imam Nawawi). Di sini kami akan sebutkan tiga pendapat saja:
Pendapat Pertama: Menyentuh wanita membatalkan wudhu secara mutlak baik dengan syahwat atau tidak, tetapi kalau ada pembatasnya seperti kain, maka tidak membatalkan wudhu. Pendapat ini populer dalam madzhab Syafi’i. Pendapat berlandaskan dengan berbagai argumen, yang paling masyhur dan kuat adalah firman Allah dalam surat An-Nisa’: 43.
أَوْ لاَمَسْتُم النِّسَآءَ
“Atau kamu telah berjima’ dengan istri.” (QS. An-Nisa’: 43).
Mereka mengartikan kata لاَمَسْتُمُ dalam ayat tersebut dengan menyentuh. (Lihat al-Umm 1:30 oleh Imam Syafi’i dan al-Majmu’ 2:35 oleh Imam Nawawi).
Pendapat Kedua: Menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu secara mutlak baik dengan syahwat maupun tidak berdasarkan beberapa dalil berikut:
Dalil Pertama:
Ketika seseorang berwudhu, maka hukum wudhunya itu hukum asalnya suci dan tidak batal sehingga ada dalil yang mengeluarkan dari hukum asalnya. Dalam hal ini, pembatal itu tidak ada, padahal kita ketahui bersama bahwa menyentuh isteri adalah suatu hal yang amat sering terjadi. Seandainya itu membatalkan wudhu, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskan kepada umatnya dan masyhur di kalangan sahabat, tetapi tidak ada seorang pun dari kalangan sahabat yang berwudhu hanya karena sekedar menyentuh istrinya. (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah 21:235).
Dalil Kedua:
Dari Aisyah d bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencium sebagian istrinya kemudian keluar menuju shalat dan tidak berwudhu lagi. Saya (Urwah) berkata: Tidaklah dia kecuali Anda kan? Lalu Aisyah tertawa. (Shahih. Riwayat Tirmidzi: 86, Abu Dawud: 178, Nasa’i: 170, Ibnu Majah: 502 dan dishahihkan al-Albani dalam al-Misykah: 323. Lihat pembelaan hadis ini secara luas dalam at-Tamhid 8:504 Ibnu Abdil Barr dan Syarh Tirmidzi 1:135-138 Syaikh Ahmad Syakir).
Hadis ini menunjukkan bahwa menyentuh istri tidaklah membatalkan wudhu sekalipun dengan syahwat. Demikian ditegaskan oleh Syaikh al-Allamah as-Sindi dalam Hasyiyah Sunan Nasa’i 1:104.
Dalil Ketiga:
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: Saya pernah tidur di depan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kedua kakiku berada di arah kiblatnya. Apabila beliau sujud, maka beliau menyentuhku lalu saya pun mengangkat kedua kakiku, dan bila beliau berdiri, maka aku membentangkan kedua kakiku seperti semula. (Aisyah) berkata: “Rumah-rumah saat itu masih belum punya lampu”. (HR. Bukhari: 382 dan Muslim: 512).
Hadis ini menunjukkan bahwa menyentuh istri tidaklah membatalkan wudhu. Adapun takwil al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 1:638 bahwa kejadian di atas bisa jadi karena ada pembatasnya (kain) atau kekhususan bagi Nabi, maka takwil ini sangat jauh sekali dari kebenaran, menyelesihi dhahir hadis dan takalluf (menyusahkan diri). (Periksa Nailul Authar asy-Syaukani 1:187, Subulus Salam as-Shan’ani 1:136, Tuhfatul Ahwadzi al-Mubarakfuri 1:239, Syarh Tirmidzi Ahmad Syakir 1:142).
Dalil Keempat:
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Pada suatu malam saya pernah kehilangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari tempat tidur maka saya mencarinya lalu tanganku mengenai pada kedua punggung kakinya yang tegak, beliau shalat di masjid seraya berdoa: “Ya Allah saya berlindung dengan ridha-Mu dari kemurkaan-Mu…”. (HR. Muslim: 486).
Hadis ini menunjukkan bahwa istri menyentuh suami tidaklah membatalkan wudhu. Adapun penjelasan Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim 4:152 bahwa kejadian tersebut bisa jadi karena ada pembatas kainnya, maka menyelisihi dhahir hadis. (Lihat at-Tamhid 8:501 Ibnu Abdil Barr dan Tafsir al-Qurthubi 5:146).
Dalil Kelima:
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Pernah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat sedangkan saya tidur terbentang di depannya layaknya jenazah sehingga apabila beliau ingin melakukan witir, maka beliau menyentuhku dengan kakinya”.
(HR. Nasai 1/102/167. Imam Za’ilai berkata: “Sanadnya shahih menurut syarat shahih dan dishahihkan Imam Nawawi dalam al-Majmu’ 2:35).
Hadis ini menunjukkan bahwa menyentuh wanita tidaklah membatalkan wudhu dengan kaki atau anggota badan lainnya. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam at-Talkhis hal. 48: “Sanadnya shahih, hadis ini dijadikan dalil bahwa makna “Laamastum” dalam ayat adalah jima’ (berhubungan) karena Nabi menyentuh Aisyah dalam shalat lalu beliau tetap melanjutkan (tanpa wudhu lagi -pent)”. 

Pendapat Ketiga:
Rincian:
Batal wudhunya apabila menyentuh wanita dengan syahwat, dan tidak batal apabila tidak dengan syahwat. Dalil mereka sama seperti pendapat kedua, tetapi mereka membedakan demikian dengan alasan “Memang asal menyentuh tidak membatalkan wudhu, tetapi menyentuh dengan syahwat menyebabkan keluarnya air madhi dan mani, maka hukumnya membatalkan” (Lihat al-Mughni 1:260 Ibnu Qudamah).
Pendapat yang rajih (kuat) adalah pendapat kedua yaitu:
Menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu baik dengan syahwat ataupun tidak, kecuali apabila mengeluarkan air mani dan madhi maka batal wudhunya atau minimal adalah pendapat ketiga.
Adapun pendapat pertama, maka sangat lemah sekali karena maksud ayat tersebut adalah jima’ (hubungan suami istri) berdasarkan argumen sebagai berikut:
Salah satu makna kata لَمَسَ dalam bahasa Arab adalah jima’ (al-Qamus al-Mukhith al-Fairuz Abadi 2:259).
Para pakar ahli tafsir telah menafsirkan ayat tersebut dengan jima’ diantaranya adalah sahabat mulia, penafsir ulung yang dido’akan Nabi, Abdullah bin Abbas, demikian pula Ali bin Abi Thalib, Ubai bin Ka’ab, Mujahid, Thawus, Hasan Al-Bashri, Ubaid bin Umair, Said bin Jubair, Sya’bi, Qotadah, Muqatil bi Hayyan dan lainnya. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 1/550). Pendapat ini juga dikuatkan Syaikh ahli tafsir, Ibnu Jarir dalam Tafsirnya 5/102-103 dan Imam Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid.
Mengompromikan antara ayat tersebut dengan hadis-hadis shahih di atas yang menegaskan bahwa Rasulullah  menyentuh bahkan mencium istrinya (Aisyah) dan beliau tidak berwudhu lagi.
Imam Ibnu Abdil Barr dalam at-Tamhid 8:506 dan Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam at-Talkhis menukil dari Imam Syafi’i bahwa beliau berkata: “Seandainya hadis Aisyah tentang mencium itu shahih, maka madzhab kita adalah hadis Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam”. Perkataan serupa juga dikatakan oleh Imam Al-Baihaqi, pejuang madzbab Syafi’i. Hal ini menunjukkan bahwa kedua imam tersebut tidak menetapkan bahwa maksud لاَمَسْتُم dalam ayat tersebut bermakna “Menyentuh” karena keduanya menegaskan seandanya hadis Aisyah shahih, maka beliau berdua berpendapat mengikuti hadis. Seandainya kedua imam tersebut berpendapat seperti hadis, maka mau gak mau harus menafsirkan ayat tersebut bermakna “jima” sebagaimana penafsiran yang shahih. (Syarh Tirmidzi 1/141 oleh Syaikh Ahmad Syakir).
Demikianlah jawaban yang kami yakini berdasarkan dalil-dalil yang shahih, bukan fanatik madzhab dan mengikuti apa kata banyak orang. Semoga Allah menambahkan ilmu dan memberikan keteguhan kepada kita. Wallahu A’lam. [Sumber: konsultasisyariah]

Tayamum - Tata Cara Yang Benar Sesuai Tuntunan Rasul

tayamum
ISLAM itu mudah, karena sesungguhnya Allah sama sekali tidak ingin memberatkan hamba-Nya. Dan itulah diantara hikmah tayyamum, disaat kita tidak menemukan air untuk bersuci atau karena kedaan yang tidak memungkinkan untuk bersentuhan dengan air.
Tayamum adalah untuk menyucikan diri kita dan agar kita bersyukur dengan syari’at ini. Sehingga semakin nampak kepada kita bahwa Setelah menyebutkan syariat bersuci, Allah mengakhiri ayat tersebut dengan firman-Nya:
 “Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak menyucikan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur,” (QS. Al Maidah: 6).

Namun bagaimana dan seperti apa Tayamum yang benar sesuai sunnah Nabi? Berikut tata cara tayammum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yangdijelaskan dalam hadits ‘Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhu:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku untuk suatu keperluan, kemudian aku mengalami junub dan aku tidak menemukan air. Maka aku berguling-guling di tanah sebagaimana layaknya hewan yang berguling-guling di tanah. Kemudian aku ceritakan hal tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau mengatakan, “Sesungguhnya cukuplah engkau melakukannya seperti ini”.  Kemudian beliau memukulkan telapak tangannya ke permukaan tanah sekali, lalu meniupnya. Kemudian beliau mengusap punggung telapak tangan (kanan)nya dengan tangan kirinya dan mengusap punggung telapak tangan (kiri)nya dengan tangan kanannya, lalu beliau mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.
Dalam salah satu lafadz riwayat Bukhori,
“Dan beliau mengusap wajahnya dan kedua telapak tangannya dengan sekali usapan”.(Muttafaq ‘alaihi)

Berdasarkan hadits di atas, kita dapat simpulkan bahwa tata cara tayammum beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai berikut.
  • Memukulkan kedua telapak tangan ke permukaan tanah sekali  kemudian meniupnya.
  • Mengusap punggung telapak tangan kanan dengan tangan kiri dan sebaliknya.
  • Kemudian menyapu wajah dengan dua telapak tangan.
  • Semua usapan dilakukan sekali.
  • Bagian tangan yang diusap hanya sampai pergelangan tangan saja
  • Tayammum dapat menghilangkan hadats besar semisal janabah, demikian juga untuk hadats kecil
  • Tidak wajibnya tertib atau berurutan ketika tayammum                             [islampos/carasholat]

Wanita Pakai Kutek Tidak Sah Wudhunya


Memakai kutek bagi wanita saat ini memang semakin marak. Terlebih dengan beragam warna dan corak yang semakin memperidah kuku, membuat wanita kerap menggunakannya dalam keseharian. Jika dulu orang menghias kuku hanya dengan inai atau pacar kuku, maka kini varian cat kuku atau kutek berbahan kimia sangat banyak, dan desain menghias kuku pun juga beragam.


Dengan berbagai varian yang berbeda bahan tadi tentu akan mempengaruhi kuku sehingga tertutupi ketika melaksanakan wudhu. Lantas sah kah wudhu wanita yang memakai kutek? Bagaimana dengan pemakaian inai atau pacar kuku yang juga berfungsi untuk memperindah kuku?

Berikut ulasannya. 


Sebenarnya islam memperbolehkan wanita untuk memperindah kukunya. Pasalnya seni yang disebut dengan nail art ini dahulunya juga kerap dilakukan wanita Islam, namun bukan dengan menggunakan kutek yang berbahan kimia seperti sekarang, akan tetapi menggunakan inai atau pacar. 

Islam memperbolehkan wanita memakai kutek, namun hanya terbatas untuk mereka yang sedang berada dalam keadaan haid dan nifas. Ini artinya, wanita yang sedang dalam kondisi wajib salat tidak diperbolehkan menggunakan kutek. 

Sifat cat kuku berbahan kimia sejatinya menghalangi jalannya air saat melaksanakan wudhu. Cat kuku  adalah serupa adonan yang menempel di kuku sehingga ada lapisan yang dapat menghalangi mengalirnya air. Padahal, segala sesuatu yang menghalangi jalannya air pada bagian tubuh yang harus disucikan dalam  mandi dan berwudhu tidak boleh dipergunakan, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman :

 “Artinya : Maka basuhlah mukamu dan tanganmu”.
[Al-Maidah : 6]. 

Jika menghias kuku dengan menggunakan kutek tidak boleh, bagaimana dengan inai atau pacar kuku? Berbeda dengan kutek, inai merupakan bahan mempercantik kuku yang memberikan pewarnaan saja, namun tidak merubah ketebalan kuku atau membuat lapisan di atas kuku. Sehingga air yang digunakan untuk wudhu tidak terhalang oleh lapisan lain dan bisa membersihkan kuku.  penggunaan inai ini tidak dicampur dengan sesuatu yang dapat menghalangi jalannya air, maka boleh menghias kuku dengan inai.



Selain itu, satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah faktor keamanan dan kesehatan. Kutek atau cat kuku yang banyak bermunculan saat ini tidak lagi sama dengan kutek jaman dahulu yang berbahan alami. Kutek yang banyak sekarang ini diracik dari campuran berbagai macam bahan kimia yang tentunya jika terlalu sering digunakan juga akan berdampak negatif untuk kesehatan kuku dan bagian tubuh lainnya yang terpapar zak kimia berbahaya. Dan tentunya, seperti yang kita ketahui, segala sesuatu yang membahayakan diri sendiri dan orang lain itu hukumnya terlarang. Wallahu a’lam. 

Semoga informasi ini menambah pengetahuan kita terhadap hal-hal yang biasa kita lakukan dan mungkin bertentangan dengan ajaran Islam. 
SHARE !
Liputan6.com

Terimakasih sudah membaca.

Doa dan Dzikir Saat Berwudhu


Doa dan dzikir yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berwudhu hanya ada di dua tempat, yaitu:

Pertama, Membaca Bismillah di Awal Wudhu

Hukum membaca bismillah di awal wudhu adalah wajib. Bagi yang lupa membacanya di awal wudhu, hendaknya mengucapkan bismillah ketika teringat meskipun di tengah-tengah berwudhu. [1]
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَا وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ
“Tidak ada (tidak sah) wudhu bagi yang tidak menyebut nama Allah ketika berwudhu.” [2]
Dan juga berdasarkan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabat. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu beliau menceritakan bahwa sebagian sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencari air untuk berwudhu. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
«هَلْ مَعَ أَحَدٍ مِنْكُمْ مَاءٌ؟» فَوَضَعَ يَدَهُ فِي الْمَاءِ وَيَقُولُ: «تَوَضَّئُوا بِسْمِ اللَّهِ»
“Apakah kalian memiliki air?” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasukkan tangannya ke dalam air dan bersabda,”Berwudhulah kalian dengan (mengucapkan) bismillah … “ [3]
Sebagian ulama menilai bahwa membaca bismillah hukumnya sunnah, tidak sampai derajat wajib karena menilai hadits-hadits tentang masalah ini adalah hadits yang dha’if. [4] Namun yang lebih tepat, hadits di atas adalah shahih, sehingga hukum membaca bismillah ketika berwudhu adalah wajib. [5]


Ke dua, Membaca Doa Selesai Berwudhu

Dari Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُسْبِغُ الْوَضُوءَ ثُمَّ يَقُولُ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ إِلَّا فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ
“Tidaklah salah seorang di antara kalian berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, kemudian mengucapkan, ‘Asyhadu an laa ilaaha illallah wahdahu laa syariika lahu, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluhu’ [Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah.] kecuali Allah akan bukakan untuknya delapan pintu langit yang bisa dia masuki dari pintu mana saja.” [6]
Di dalam riwayat At-Tirmidzi ada tambahan doa,
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِينَ، وَاجْعَلْنِي مِنَ المُتَطَهِّرِينَ
“Allahummaj ‘alni minat tawwabiina waj’alnii minal mutathohhiriin [Ya Allah jadikanlah aku termasuk hamba-hambaMu yang rajin bertaubat dan menyucikan diri].” [7]
Adapun tambahan doa,
واجعلني من عبادك الصالحين من الذين لا خوف عليهم ولا هم يحزنون
“Waj’alni min ‘ibaadika ash-shalihin minalladziina laa khoufun ‘alaihim walaa hum yahzanuun 
[Jadikanlah aku termasuk hamba-Mu yang shalih, (yaitu) hamba-hamba-Mu yang tidak ada rasa takut dalam diri mereka dan tidak pula bersedih hati.]”
maka tambahan doa dengan lafadz seperti ini tidak ada asalnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga tidak boleh diamalkan. Syaikh Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al-Hilali hafizhahullahmengatakan,Sebagian orang menambahkan, ‘Waj’alni min ‘ibaadika ash-shalihin‘. Tambahan ini tidak ada asalnya sebagaimana yang aku jelaskan dalam kitabku, ‘Silsilah Al-Ahaadits Allati Laa Ashla Laha’.” [8]
Doa lain yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallams setelah berwudhu diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudhri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من تَوَضَّأ فَقَالَ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِك أشهد أَن لَا إِلَه إِلَّا أَنْت استغفرك وَأَتُوب إِلَيْك كتب فِي رق ثمَّ طبع بِطَابع فَلم يكسر إِلَى يَوْم الْقِيَامَة
“Barangsiapa yang berwudhu kemudian setelah berwudhu mengucapkan doa,’Subhaanaka allahumma wabihamdika asyhadu an laa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika’ [Maha suci Engkau ya Allah, segala puji untuk-Mu, tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau, aku memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu] maka akan ditulis di lembaran berwarna putih kemudian di-stempel dan tidak akan hancur sampai hari kiamat.” [9]
Hanya di dua tempat inilah disyariatkannya berdzikir dan berdoa ketika atau selesai berwudhu. Adapun doa dan dzikir selain di dua tempat ini, sebagaimana yang tersebar di tengah-tengah masyarakat, maka tidaklah diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang akan kami bahas di bagian selanjutnya dari tulisan ini.
Setelah kami jelaskan bahwa doa dan dzikir yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah membaca bismillah di awal wudhu dan membaca doa selesai berwudhu (dengan lafadz yang telah kami kutip di bagian pertama tulisan ini), maka perlu diketahui bahwa doa dan dzikir selain itu tidaklah ada dalil atau riwayatnya dari Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam.
Di sebagian masyarakat, di dunia maya (blog), juga di sebagian buku panduan wudhu menyebutkan adanya doa-doa khusus yang dibaca setiap membasuh anggota wudhu. Ada doa khusus ketikaberkumur; ada doa khusus ketika memasukkan dan mengeluarkan air dari hidung; ada doa khusus ketika membasuh muka; dan seterusnya sampai doa khusus ketika membasuh kaki.


Misalnya ada doa yang diklaim dianjurkan dibaca ketika membasuh muka sebagai berikut:
اللهم بيِّض وجهي بنورك يوم تبيض وجوه أوليائك ولا تُسَوِّد وجهي بظلماتك يوم تَسْودُ وجوه أعدائك
Ya Allah, putihkanlah wajahku dengan cahaya-Mu, pada hari Engkau memutihkan wajah para kekasih-Mu. Dan janganlah Engkau menghitamkan wajahku dengan kegelapanmu, pada hari ketika Engkau menggelapkan wajah musuh-musuh-Mu.”
Atau doa yang diklaim diucapkan ketika membasuh tangan kanan,
اللهم أعطني كتابي بيميني وحاسبني حساباً يسيراً
Ya Allah berikanlah kitab (catatan amalku) dengan tangan kananku dan hisablah aku dengan hisab yang mudah.”
Doa-doa seacam ini tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibnul Qayyim rahimahullahu Ta’ala mengatakan,
ولم يحفظ عنه أنه كان يقول على وضوئه شيئا غير التسمية، وكل حديث في أذكار الوضوء الذي يقال عليه فكذب مختلق لم يقل رسول الله صلى الله عليه وسلم شيئا منه، ولا علمه لأمته، ولا ثبت عنه غير التسمية في أوله، وقوله: ( «أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله، اللهم اجعلني من التوابين، واجعلني من المتطهرين» ) في آخره. وفي حديث آخر في ” سنن النسائي “
مما يقال بعد الوضوء أيضا: ( «سبحانك اللهم وبحمدك، أشهد أن لا إله إلا أنت، أستغفرك وأتوب إليك» ) ولم يكن يقول في أوله: نويت رفع الحدث ولا استباحة الصلاة، لا هو ولا أحد من أصحابه البتة، ولم يرو عنه في ذلك حرف واحد، لا بإسناد صحيح ولا ضعيف
Tidak terdapat penjelasan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau mengucapkan sesuatu pun ketika berwudhu kecuali bismillah. Dan semua hadits tentang dzikir-dzikir yang diklaimdiucapkan ketika berwudhu, maka itu semua adalah dusta dan mengada-ada. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mengucapkan satu pun dari (dzikir atau doa) tersebut. Beliau tidak pula mengajarkan kepada umatnya. Tidak terdapat penjelasan dari Nabi kecuali membaca bismillah(tasmiyah) di awal berwudhu dan juga doa … (kemudian beliau mengutip doa riwayat At-Tirmidzi yang telah kami kutip sebelumnya) … di akhir (selesai) wudhu. Dan di hadits lain yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i yang merupakan doa yang juga diucapkan selesai berwudhu … (yang telah kami kutip di bagian pertama tulisan ini). Demikian pula, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mengucapkan, ’Nawaitu rof’ul hadatsi … “ [Aku berniat menghilangkan hadats .. ]. Niat semacam ini tidak pernah diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, (tidak pula diucapkan oleh) satu pun sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak diriwayatkan dari mereka meskipun hanya satu huruf saja, baik dengan sanad yang shahih maupun dengan sanad yang dha’if.” [1]
An-Nawawi rahimahullahu Ta’ala mengatakan,
فصل : وأما الدعاء على أعضاء الوضوء فلم يجىء فيه شيء عن النبيّ صلى اللّه عليه وسلم
Pasal: adapun doa yang dibaca di setiap anggota wudhu, maka tidak terdapat satu pun riwayat dari Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam.” [2]
Kemudian An-Nawawi rahimahullah menyebutkan satu per satu doa yang diklaim dianjurkan untuk dibaca ketika membasuh atau mengusap setiap anggota badan ketika berwudhu, misalnya dua doa yang kami kutip di atas.
Syaikh Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al-Hilali hafidzahullah Ta’ala berkata, Sebagian kaum muslimin membuat doa khusus setiap anggota wudhu. Ini termasuk bid’ah yang munkar. Tidak terdapat hadits shahih yang menjelaskannya.” [3]
Demikianlah, semoga kita termasuk orang-orang yang mencukupkan diri di atas sunnah Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak mencapekkan diri di atas amal-amal yang bid’ah. 

Selesai disusun di pagi hari menjelang shubuh, Masjid Nasuha ISR Rotterdam 19 Shafar 1436
Yang selalu mengharap ampunan Rabb-nya,
Penulis: dr. M. Saifudin Hakim, MSc.

Catatan kaki:
[1] Lihat Shifat Wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karya Fahad bin Abdirrahman Ad-Dausri, hal. 16-17.
[2] HR. Ibnu Majah no. 399; At-Tirmidzi no. 26; Abu Dawud no. 101. Dinilai shahih oleh Al-Albani diShahihul Jami’ hadits no. 7444.
[3] HR. Bukhari no. 69; Muslim no. 2279 dan An-Nasa’i 1/60.
[4] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/122-123.
[5] Idem no. 1.
[6] HR. Muslim no. 234; Abu Dawud no. 169; At-Tirmidzi no. 55; An-Nasa’i 1/95 dan Ibnu Majah no. 470.
[7] Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ hadits no. 6046.
[8] Bahjatun Nadziriin Syarh Riyadhus Shalihin, 2/250.
[9] HR. An-Nasa’i dalam ‘Amal Yaum wal Lailah no. 30. Dinilai shahih oleh Al-Albani di Shahihul Jami’hadits no. 6046.


BACA JUGA ...

DOA WUDHU MANDI TAYAMUM




Doa Niat Wudhu, Mandi Wajib, Tayamum dan Sholat


LAFADZ NIAT WUDLU'
نويت الوضوء لرفع الحدث الأصغر فرضا لله تعالى

LAFADZ NIAT MANDI
نويت الغسل لرفع الحدث الأكبر من (الجنب/الحيض/النفاس) فرضا لله تعالى

LAFADZ NIAT TAYAMMUM
نويت  التيمم بدلا عن الوضوء لرفع الحدث الأصغر فرضا لله تعالى

LAFADZ NIAT SHOLAT SUBUH
أصلي فرض الصبح ركعتين مستقبل الكعبة / القبلة (أداءً / إماما / مأمومافرضا لله تعالى

LAFADZ NIAT SHOLAT DHUHUR
أصلي فرض الظهر أربع ركعات مستقبل الكعبةالقبلة  (أداءً / إماما / مأمومافرضا  لله تعالى

LAFADZ NIAT SHOLAT 'ASHR
أصلي فرض العصر أربع ركعات مستقبل الكعبةالقبلة  (أداءً / إماما / مأمومالله تعالى


LAFADZ NIAT SHOLAT MAGHRIB
أصلي فرض المغرب ثلاث ركعات مستقبل الكعبةالقبلة   (أداءً / إماما / مأمومالله تعالى


LAFADZ NIAT SHOLAT 'ISYAA'
أصلي فرض العشاء أربع ركعات مستقبل الكعبةالقبلة  (أداءً / إماما / مأمومالله تعالى



Popular Posts

.

.
hadist, panduan, pegangan, amalan

*** Promote Your Business to Worldwide ***