Perilaku yang salah :
Pertama: sebagian wanita tidak memperhatikan tata cara wudhu, mandi menurut syariat, tentang kesucian pakaian dan tempat beribadah serta butanya mereka dengan hukum-hukum syariat.
Kedua: sebagian wanita mengakhirkan shalat dari waktunya, seperti mengakhirkan shalat Isya disebabkan pemakain make-up atau bedak ketika keluar rumah. Kemudian karena sebab terlambatnya tidur yang juga mungkin menjadi penyebab keterlambatannya melaksanakan shalat Shubuh sampai setelah terbit matahari.
Ketiga: tidak mengqadha shalat yang ia tinggalkan karena darah haid atau nifas yang turunnya setelah masuk waktu shalat.
Keempat: sebagian wanita jika sudah mendapatkan kesucian sebelum empat puluh hari, tidak segera mandi suci dan tidak melakukan ibadah-ibadah wajib sebagaimana yang dilakukan oleh wanita yang nifas. Terkadang pula wanita keguguran sebelum hari kedelapn puluh dari kehamilannya, meninggalkan shalat dan ibadah-ibadah lainnya yang wajib dikerjakan.
Kelima: sebagian wanita tidak menggunakan jilbab di atas kepalanya dan membiarkan mata kakinya terbuka dalam melakukan shalat, dengan dalih, bahwa ia melakukan shalat tersebut di rumahnya sendiri dan tidak ada seorang pun yang melihatnya selain Tuhannya.
Keenam: sebagian wanita tidak memperhatikan perintah shalat. Maka terkadang ada wanita yang shalat sambil duduk sedangkan ia sanggup untuk berdiri. Juga mungkin saja tersingkap bagian badan yang membatalkan shalat, sedangkan ia mengabaikannya. Terkadang pula melakukan shalat di tempat yang penuh dengan patung-patung, gambar-gambar yang mempunyai roh, sedangkan ia tidak peduli.
Ketujuh: tidak mengingkari suami dan putera-puterinya yang tidak mendirikan shalat dan tidak menasihati mereka. Yang ada di benaknya, melulu memberinya makan.
Kedelapan: kaum ibu tidak peduli mengikuti perkembangan puteri-puterinya yang mencapai baligh, yang tentunya pula memiliki kewajiban-kewajiban atas mereka dengan sampainya mereka pada usia baligh. Dimana seorang anak perempuan mencapai usia baligh dengan keluarnya darah haid sedang ibunya memerintahkannya mendirikan shalat, berpuasa, berhijab dan ibadah-ibadah wajib lainnya.
Kesembilan: tidak mengeluarkan zakat harta dan perhiasan yang dimiliki oleh wanita, apabila telah sampai masa haul (satu tahun pemillikannya) dan telah mencapai nisab.
Kesepuluh: sebagai wanita mengkhususkan warna khusus untuk pakaian ihram, baik ketika melaksanakan ibadah haji atau umrah; seperti warna hijau, putih dan lainnya. Begitu pula penutup muka dan sarung tangan ketika berihram, sebagian mereka membiarkan wajh dan tangan mereka terbuka di hadapan laki-laki dengan alsan mereka sedang berihram.
Kesebelas: sebagian muslimat berkumpul rumah salah seseorang dari mereka atau di mushala wanita untuk berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, akan tetapi dengan cara bersama-sama yang meyerupai halaqah (lingkaran) kumpulan kaum sufi.
Dan sebagian dari mereka berkumpul untuk berdoa setelah shalat atau pada malam Arafah, yang menyerupai orang-orang wukuf di hari Arafah.
Perilaku Yang Benar
- Thaharah, wudhu dan mandi adalah syarat sahnya shalat.
- Mengakhirkan shalat subuh sampai kepada waktu terbit matahari tanpa adanya uzur, adalah termasuk sifat dari orang-orang munafik. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan surga sebagai ganjaran bagi orang-orang yang memelihara shalatnya. Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam besabda; “Apabila seorang wanita mengerjakan shalatnya yang lima waktu, berpuasa pada bulan (Ramadhan), menjaga (kesucian) farajnya serta mentaati suaminya, maka dikatakan kepadanya, ‘Masuklah kamu ke surga dari pintu mana pun yang kamu mau.’” (HR. Ibnu Hibban)
- Yang wajib adalah, wanita mengqadha shalat yang telah masuk waktunya ketika ia baru saja suci (dari haid dan nifas). Juga wajib atas wanita apabila suci pada waktu Ashar untuk mengerjakan shalat Zhuhur dan Ashar secara bersamaan. Karena waktu keduannya satu bagi orang yang sedang dalam berpergian. Sedang wanita diberi uzur karena terlambat kesuciaanya.
- Ketika melihat dirinya telah suci, si wanita harus bersegera mandi, shalat dan puasa serta boleh bagi suaminya untuk menggaulinya dan boleh bagi wanita itu apa yang boleh bagi orang yang suci walaupun sebelum empat puluh hari. Jika telah menggurkan sebelum delapan hari, maka hukumnya adalah hukum wanita isthidhah (yang keluar darah bukan pada waktu nifas atau haid). Sedang darah yang memenuhi rahimnya adalah darah penyakit. Karena bayi belum tercipta pada umur delapan puluh hari. Adapun apabila bayi yang ia gugurkan itu telah jelas nampak bentuk manusia, maka darahnya adalah nifas. Oleh karenanya, ia tidak boleh mengerjakan apapun yang tidak boleh dikerjakan oleh orang yang nifas seperti shalat, berpuasa, dan berjima’. Demikian pula tidak boleh mengerjakan ibadah yang tidak boleh dikerjakan oleh wanita pada waktu haid.
- Bukan berarti jika wanita mendirikan shalat di rumahnya, tidak ada orang yang melihatnya sehingga ia boleh membuka kedua mata kakinya dan boleh membuka kerudung dari atas kepalanya karena aurat wanita di dalam shalat adalah seluruh badannya kecuali dengan mengenakan kerudung (mukena). Dan bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja karena mengingkari kewajiban shalat adalah seluruh badannya kecuali muka dan kedua telapak tangannya. Allah tidak menerima shalat wanita haid kecuali dengan mengenakan kerudang (mukena). Dan bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja karena mengingkari kewajban shalat, maka ia telah kafir dan dianggap keluar dari Islam. Dan orang yang keluar dari agama Islam mempunyai hukum tertentu, diantaranya adalah dibatalkan akad nikahnya dengan isterinya. Andai ia tetap bersenang-senang dengan isterinya, maka sama halnya ia telah bersenang-senang dengan wanita asing dan anak-anaknya adalah anak hasil hubungan haram. Baagaimana wanita rela hidup dengan orang yang meninggalkan shalat karena keingkarannya terhadap shalat?
- Shalatnya seorang wanita sambil duduk, sedangkan ia mampu berdiri adalah shalat batal. Sedang shalatnya dalam keadaan tidak menutup aurat , membuka rambutnya atau kedua lengannya dan lain-lainnya adalah shalat tidak sah. Kemudian disini kami ingatkan kepada para wanita dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam;
- “Malaikat tidak masuk yang di dalamnya terdapat anjing dan gambar-gambar.” (HR.Muttafaq’Alaih).
- Bagaimana shalat di tempat yang dikelilingi gambar-gambar yang berbentuk badan atau tulang, sementara kamu memohon agar shalatmu diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
- Wanita wajib menasihati suami dan anak-anaknya untuk tidak meremehkan shalat dan memberitahukan mereka, bahwa meninggalkan shalat adalah termasuk dosa besar dan dosanya sangat besar.
- Seorang ibu wajib memerintahkan puterinya untuk mendirikan shalat, berhijab dan kewajiban-kewajiban lainnya ketika telah baligh dan telah keluar dari haid. Rasulullah bersabda, “Perintahkan anak-anakmu mendirikan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika meninggalkannya) ketika umur mereka sepuluh tahun dan pisahkan tidur mereka (antara anak laki-laki dan perempuan).” (HR. Abu Daud)
- Yang wajib bagi wanita menzakatkan perhiasannya baik yang sedang ia pakai atau yang ia simpan karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
- “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedi. Pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dari mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka, ‘Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.’” (at-Taubah: 34-35).
- Diriwayatkan dari Asma’ binti Zaid, ia berkata,
- “Saya dan bibiku datang menemui Nabi Shalallahu ‘Alahi wasallam. Bibiku mengenakan rantai emas. Beliau bertanya kepada kami, ‘Apakah telah kamu keluarkan zakatnya?’ Kami menjawab, ‘Tidak.’ Beliau bersabda, ‘Tidaklah kamu tidak takut Allah gantungkan kepada kamu berdua rantai dari api neraka? Keluarkanlah zakatnya.” (HR. Ahmad). Inilah yang lebih hati-hati dan lebih kuat dalilnya.
- Sedangkan tentang masalah ihram, Asma’ Radhiyallahu’Anha berkata,
- “Dahulu kami menutup wajah kami dari lelaki dan kami menyisir sebelum itu pada waktu ihram.” Aisyah Radhiyallahu’Anhu meriwayatkan, “Satu rombongan melewati kami saat itu sedang berihram bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alahi wasallam. Ketika mereka telah mendekati kami, salah seorang dari kami menutup jilbabnya pada mukanya dari kepalnya, dan ketika mereka telah melampaui kami, maka kami membukanya kembali.” (HR. Ahmad).
- Janganlah kamu mengkhususkan warna tertentu untuk pakaian ihram, begitu pula penutup wajah dan sarung tangan. Karena penutup hanya untuk muka dan sarung tangan hanya untuk jari sebagai pembolehan, walaupun itu adalah barang yang dijahit. Padahal Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam melarang memakai sesuatu yang dijahit pada waktu ihram. Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam bersabda,
- “Janganlah wanita yang sedang berihram menutup mukanya dan janganlah mengenakan sarung tangan.”
- (HR. Bukhari).
- Jadi wanita diperintahkan untuk tidak menutup mukanya dan tidak mengenakan sarung tangan dalam ihram. Namun demikian, hal ini tidak menafikan bolehnya menutup muka ketika adanya atau lewatnya lelaki di hadapannya dengan menurunkannya dan meletakkan tangannya di bawah jilbab yang diturunkannya.
- Sedangkan berkenaan dengan dzikir dan doa dengan cara yang telah disebutkan adalah salah walaupun dzikir yang dimaksudkan termasuk amal baik menurut mereka. Hal ini dikarenakan tidak pernah diceritakan dari Nabi atau dari seorang sahabat pun yang mengatakan bahwa mereka berbuat demikian. Karenanya, yang paling utama bagi saudari untuk meninggalkan cara ini dalam berdzikir kepada Allah dan tetap berpegang dengan cara Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana telah diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud tentang pengingkaran hal tersebut. Diriwayatkan dari Ubadah bin Abu Lubabah, bahwa seorang laki-laki mengumpulkan manusia seraya berkata kepada mereka, “Allah melimpahkan rahmat bagi orang yang mengucapkan begini dan begini (Alhamdulillah) seratus kali.” Perawi berkata, “Manusia pun mengerjakan hal tersebut. Kemudian Abdullah bin Mas’ud melintasi kaum tersebut seraya berkata, ‘Kalian telah ditunjuki dengan petunjuk yang tidak pernah diberikan oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam. Apakah kalian akan berpegangan dengn dosa kesesatan?!” Bentuk doa seperti ini tidak terdapat di dalam al-Qur’an dan juga pada Sunnah yang benar, serta tidak pula ada seorang sahabt yang mengerjakannya dan tidak pula ada ahlul ilmi yang menganggapnya baik. Umar bin Khattab Radhiyallahu’Anhu mengingkari perbuatan demikian. Al-Imam Asy-Syathibi Rahimahullah berkata di dalam kitab Al-I’tisam (vol.1/219), “Doa yang selalu dilakukan bersama-sama bukanlah perbuatan Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam.” Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimhullah berkata didalam kitab Al-Fatawa Al-Kubra (vol.2/467) berkata, “Tidak ada seorangpun yang menukil bahwa Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam Apabila shalat bersama manusia, mereka berdoa bersama-sama setelah selesai shalat (ia dan para makmum), tidak pada waktu Shubuh, tidak pada waktu Ashar dan juga tidak pula pada waktu lainnya. Yang tetap dilakukan rasul adalah, beliau menghadap para sahabatnya dan berdzikir kepada Allah dan mengajarkan mereka berdzikir kepada Allah setelah selesai shalat.” [syahida.com]
Sumber : Kitab 40 Kebiasaan Buruk Wanita, Abu Maryam bin Zakaria - syahida.com