DALAM sebuah tayangan acara televisi di Saluran TV Majd, “Satu Keluarga”, Dr. Yahya sebagai penceramahnya kala itu, dengan lantang mengatakan bahwa umat Muslim itu memang tidak pernah teratur, dan yang dibutuhkan umat Muslim adalah satu keyakinan untuk dapat melakukan suatu aksi.
Lantas beliaupun menceritakan satu kisah seseorang Amerika Non-Muslim yang memperbincangkan tentang Islam seraya menyaksikan sebuah program Live (siaran langsung) di sebuah channel lain.
Seorang warga Amerika merasa sangat kagum dengan dengan kerumunan orang-orang di Masjidil Haram. Ada lebih dari 3 Juta orang pada waktu itu yang berkumpul untuk shalat Isya di malam terakhir bulan Ramadhan.
Kondisinya sangat ramai dengan kerumunan orang-orang yang saling hilir mudik tidak beraturan.
Lalu Dr Yahya bertanya kepada orang Amerika tadi: “Menurut Anda, berapa lama waktu yang dibutuhkan supaya orang orang itu bisa baris dengan rapi?”
Sang Da’i pun kembali menjelaskan: “Mereka yang Anda lihat di TV itu datang dari negara berbeda dan juga berbeda bahasa antara satu dengan yang lainnya.”
Kembali orang Amerika itu menyanggah: “Wah, kalau begitu mereka sama sekali tidak mungkin bisa dibariskan.”
Akhirnya waktu shalat itupun tiba dengan tanda bunyinya suara Iqamah. Tampak Sheikh Abdur-Rahman as-Sudais (Imam Besar Masjidil Haram) berdiri di posisi paling depan seraya berkata : “Istawuu,”yang artinya “Luruskanlah shaf / barisan kalian masing-masing”.
Maka berdirilah jutaan jama’ah tersebut dalam shaf-shaf atau barisan yang tersusun menjadi rapi, dan membutuhkan waktu tidak lebih dari dua menit.
Syarifuddin Khalifah
Kembali mengingat peristiwa tahun 90-an, dunia saat itu gempar dengan berita besar seorang bayi berumur 2 bulan dari
keluarga Katholik di Afrika yang menolak dibaptis.
“Mama, unisibi baptize
naamini kwa Allah, na jumbe wake Muhammad”
(Ibu, tolong jangan baptis saya.
Saya adalah orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya, Muhammad).
Ayah dan ibunya, Domisia-Francis, pun bingung. Kemudian didatangkan seorang
pendeta untuk berbicara kepada bayinya itu: “Are You Yesus?” (Apakah kamu
Yesus?).
Kemudian dengan tenang sang bayi Syarifuddin menjawab:“No, I’m not Yesus.
I’m created by God. God, The same God who created Jesus” (Tidak, aku bukan
Yesus. Aku diciptakan oleh Tuhan, Tuhan yang sama dengan yang menciptakan
Yesus). Saat itu ribuan umat Kristen di Tanzania dan sekitarnya dipimpin bocah
ajaib itu mengucapkan dua kalimat syahadat.
Bocah Afrika kelahiran 1993 itu lahir di Tanzania Afrika, anak keturunan non
Muslim. Sekarang bayi itu sudah remaja, setelah ribuan orang di Tanzania-Kenya memeluk agama Islam berkat
dakhwahnya semenjak kecil. Syarifuddin Khalifah namanya, bayi ajaib yang mampu
berbicara berbagai bahasa seperti Arab, Inggris, Perancis, Italia dan Swahili.
Ia pun pandai berceramah dan menterjemahan al-Quran ke berbagai bahasa
tersebut. Hal pertama yang sering ia ucapkan adalah: “Anda bertaubat, dan anda
akan diterima oleh Allah Swt.”
Syarifuddin Khalifah hafal al-Quran 30 juz di usia 1,5 tahun dan sudah
menunaikan shalat 5 waktu. Di usia 5 tahun ia mahir berbahasa Arab, Inggris,
Perancis, Italia dan Swahili. Satu bukti kuasa Allah untuk menjadikan manusia
bisa bicara dengan berbagai bahasa tanpa harus diajarkan.
Latar Belakang Syarifuddin Khalifah
Mungkin Anda terheran-heran bahkan tidak percaya, jika ada orang yang bilang
bahwa di zaman modern ini ada seorang anak dari keluarga non Muslim yang hafal
al-Quran dan bisa shalat pada umur 1,5 tahun, menguasai lima bahasa asing pada
usia 5 tahun, dan telah mengislamkan lebih dari 1.000 orang pada usia yang
sama. Tapi begitulah kenyatannya, dan karenanya ia disebut sebagai bocah ajaib;
sebuah tanda kebesaran Allah Swt.
Syarifuddin Khalifah, nama bocah itu. Ia dilahirkan di kota
Arusha, Tanzania. Tanzania adalah
sebuah negara di Afrika Timur yang berpenduduk 36 juta jiwa. Sekitar 35 persen
penduduknya beragama Islam, disusul Kristen 30 persen dan sisanya beragam
kepercayaan terutama animisme. Namun, kota
Arusha tempat kelahiran Syarifuddin Khalifah mayoritas penduduknya beragama
Katolik. Di urutan kedua adalah Kristen Anglikan, kemudian Yahudi, baru Islam
dan terakhir Hindu.
Seperti kebanyakan penduduk Ashura, orangtua Syarifuddin Khalifah juga
beragama Katolik. Ibunya bernama Domisia Kimaro, sedangkan ayahnya bernama
Francis Fudinkira. Suatu hari di bulan Desember 1993, tangis bayi membahagiakan
keluarga itu. Sadar bahwa bayinya laki-laki, mereka lebih gembira lagi.
Sebagaimana pemeluk Katolik lainnya, Domisia dan Francis juga menyambut
bayinya dengan ritual-ritual Nasrani. Mereka pun berkeinginan membawa bayi
manis itu ke gereja untuk dibaptis secepatnya. Tidak ada yang aneh saat mereka
melangkah ke Gereja. Namun ketika mereka hampir memasuki altar gereja, mereka
dikejutkan dengan suara yang aneh. Ternyata suara itu adalah suara bayi mereka.
“Mama usinibibaptize, naamini kwa Allah wa jumbe wake Muhammad!” (Ibu, tolong
jangan baptis saya. Saya adalah orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya,
Muhammad).
Mendengar itu, Domisia dan Francis gemetar. Keringat dingin bercucuran.
Setelah beradu pandang dan sedikit berbincang, mereka memutuskan untuk membawa
kembali bayinya pulang. Tidak jadi membaptisnya.
Awal Maret 1994, ketika usianya melewati dua bulan, bayi itu selalu menangis
ketika hendak disusui ibunya. Domisia merasa bingung dan khawatir bayinya
kurang gizi jika tidak mau minum ASI. Tetapi, diagnose dokter menyatakan ia
sehat. Kekhawatiran Domisia tidak terbukti. Bayinya sehat tanpa kekurangan
suatu apa. Tidak ada penjelasan apapun mengapa Allah mentakdirkan Syarifuddin
Khalifah tidak mau minum ASI dari ibunya setelah dua bulan.
Di tengah kebiasaan bayi-bayi belajar mengucapkan satu suku kata seperti
panggilan “Ma” atau lainnya, Syarifuddin Khalifah pada usianya yang baru empat
bulan mulai mengeluarkan lafal-lafal aneh. Beberapa tetangga serta keluarga
Domisia dan Francis terheran-heran melihat bayi itu berbicara. Mulutnya
bergerak pelan dan berbunyi: “Fatuubuu ilaa baari-ikum faqtuluu anfusakum
dzaalikum khairun lakum ‘inda baari-ikum, fataaba ‘alaikum innahuu
huwattawwaburrahiim.”
Orang-orang yang takjub menimbulkan kegaduhan sementara namun kemudian
mereka diam dalam keheningan. Sayangnya, waktu itu mereka tidak mengetahui
bahwa yang dibaca Syarifuddin Khalifah adalah QS. al-Baqarah ayat 54.
Domisia khawatir anaknya kerasukan setan. Ia pun membawa bayi itu ke pastur,
namun tetap saja Syarifuddin Khalifah mengulang-ulang ayat itu. Hingga kemudian
cerita bayi kerasukan setan itu terdengar oleh Abu Ayub, salah seorang Muslim
yang tinggal di daerah itu. Ketika Abu Ayub datang, Syarifuddin Khalifah juga
membaca ayat itu. Tak kuasa melihat tanda kebesaran Allah, Abu Ayub sujud
syukur di dekat bayi itu.
“Francis dan Domisia, sesungguhnya anak kalian tidak kerasukan setan. Apa
yang dibacanya adalah ayat-ayat al-Qur’an. Intinya ia mengajak kalian bertaubat
kepada Allah,” kata Abu Ayub.
Beberapa waktu setelah itu Abu Ayub datang lagi dengan membawa mushaf. Ia
memperlihatkan kepada Francis dan Domisia ayat-ayat yang dibaca oleh bayinya.
Mereka berdua butuh waktu dalam pergulatan batin untuk beriman. Keduanya pun
akhirnya mendapatkan hidayah. Mereka masuk Islam. Sesudah masuk Islam itulah
mereka memberikan nama untuk anaknya sebagai “Syarifuddin Khalifah”.
Keajaiban berikutnya muncul pada usia 1,5 tahun. Ketika itu, Syarifuddin
Khalifah mampu melakukan shalat serta menghafal al-Quran dan Bible. Lalu pada
usia 4-5 tahun, ia menguasai lima
bahasa. Pada usia itu Syarifuddin Khalifah mulai melakukan safari dakwah ke
berbagai penjuru Tanzania
hingga ke luar negeri. Hasilnya, lebih dari seribu orang masuk Islam.
Kisah Nyata Syarifuddin Mengislamkan Ribuan Orang
---------------------------------------------
Kisah nyata ini terjadi di Distrik
Pumwani, Kenya,
tahun 1998. Ribuan orang telah berkumpul di lapangan untuk melihat bocah ajaib,
Syarifuddin Khalifah. Usianya baru 5 tahun, tetapi namanya telah menjadi buah
bibir karena pada usia itu ia telah menguasai lima bahasa. Oleh umat Islam Afrika,
Syarifuddin dijuluki Miracle Kid of East Africa.
Perjalanannya ke Kenya
saat itu merupakan bagian dari rangkaian safari dakwah ke luar negeri. Sebelum
itu, ia telah berdakwah ke hampir seluruh kota
di negaranya, Tanzania.
Masyarakat Kenya
mengetahui keajaiban Syarifuddin dari mulut ke mulut. Tetapi tidak sedikit juga
yang telah menyaksikan bocah ajaib itu lewat Youtube.
Orang-orang agaknya tak sabar menanti. Mereka melihat-lihat dan menyelidik
apakah mobil yang datang membawa Syarifuddin Khalifah. Beberapa waktu kemudian,
Syaikh kecil yang mereka nantikan akhirnya tiba. Ia datang dengan pengawalan
ketat layaknya seorang presiden.
Ribuan orang yang menanti Syarifuddin Khalifah rupanya bukan hanya orang
Muslim. Tak sedikit orang-orang Kristen yang ikut hadir karena rasa penasaran
mereka. Mungkin juga karena mereka mendengar bahwa bocah ajaib itu dilahirkan
dari kelarga Katolik, tetapi hafal al-Quran pada usia 1,5 tahun. Mereka ingin
melihat Syarifuddin Khalifah secara langsung.
Ditemani Haji Maroulin, Syarifuddin menuju tenda yang sudah disiapkan.
Luapan kegembiraan masyarakat Kenya
tampak jelas dari antusiasme mereka menyambut Syarifuddin. Wajar jika anak
sekecil itu memiliki wajah yang manis. Tetapi bukan hanya manis. Ada kewibawaan dan ketenangan yang membuat orang-orang Kenya takjub
dengannya. Mengalahkan kedewasaan orang dewasa.
Kinilah saatnya Syaikh cilik itu memberikan taushiyah. Tangannya yang dari
tadi memainkan jari-jarinya, berhenti saat namanya disebut. Ia bangkit dari
kursi menuju podium.
Setelah salam, ia memuji Allah dan bershalawat kepada Nabi. Bahasa Arabnya
sangat fasih, diakui oleh para ulama yang hadir pada kesempatan itu. Hadirin
benar-benar takjub. Bukan hanya kagum dengan kemampuannya berceramah, tetapi
juga isi ceramahnya membuka mata hati orang-orang Kristen yang hadir pada saat
itu. Ada
seberkas cahaya hidayah yang masuk dan menelusup ke jantung nurani mereka.
Selain pandai menggunakan ayat al-Quran, sesekali Syarifuddin juga mengutip
kitab suci agama lain. Membuat pendengarnya terbawa untuk memeriksa kembali
kebenaran teks ajaran dan keyakinannya selama ini.
Begitu ceramah usai, orang-orang Kristen mengajak dialog bocah ajaib itu.
Syarifuddin melayani mereka dengan baik. Mereka bertanya tentang Islam, Kristen
dan kitab-kitab terdahulu. Sang Syaikh kecil mampu memberikan jawaban yang
memuaskan. Dan itulah momen-momen hidayah. Ratusan pemeluk Kristiani yang telah
berkumpul di sekitar Syarifuddin mengucapkan syahadat. Menyalami tangan salah
seorang perwakilan mereka, Syarifuddin menuntun syahadat dan mereka menirukan:
“Asyhadu an laa ilaaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasuulullah.”
Syahadat agak terbata-bata. Tetapi hidayah telah membawa iman. Mata dan pipi
pun menjadi saksi, air mata mulai berlinang oleh luapan kegembiraan. Menjalani
hidup baru dalam Islam. Takbir dari ribuan kaum muslimin yang menyaksikan
peristiwa itu terdengar membahana di bumi Kenya.
Bukan kali itu saja, orang-orang Kristen masuk Islam melalui perantaraan
bocah ajaib Syarifuddin Khalifah. Di
Tanzania, Libya
dan negara lainnya kisah nyata itu juga terjadi. Jika dijumlah, melalui dakwah
Syarifuddin Khalifah, ribuan orang telah masuk Islam. Ajaibnya, itu terjadi
ketika usia Syaikh kecil itu masih lima
tahun.
Para ulama dan habaib sangat mendukung
dakwah Syaikh Syarifuddin Khalifah. Bahkan ulama besar seperti al-Habib ali
al-Jufri pun rela meluangkan waktunya untuk bertemu anak ajaib yang kini remaja
dan berjuang dalam Islam. (Dikutip dari buku Mukjizat dari Afrika, Bocah yang
Mengislamkan Ribuan Orang; Syarifuddin Khalifah).